shop-triptrus

Jun/10


Festival Potapaki: Semarak Pulang Kampung di Wakatobi

Festival Potapaki bisa jadi satu-satunya pesta rakyat yang dikhususkan untuk menyambut perantau yang pulang ke desanya. Festival ini akan berlangsung pada 10 Juni – 19 Juli 2015, tepatnya di Desa Kulati Desa Kulati, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dalam bahasa setempat potapaki bermakna ‘mari bermusyawarah’, jadi festival ini merupakan ajang bersuka ria, melepas rindu sekaligus musyawarah besar saat perantau kembali ke desanya. Festival tiga tahunan Potapaki juga menghadirkan berbagai atraksi budaya berupa tarian, nyanyian, permainan daerah maupun lomba dan kegiatan keagamaan akan menyemarakkan Kulati selama sebulan lebih. Jangan lewatkan pengalaman pesta barbeque ala Kulati yang disebut Hematua. Seluruh penduduk akan berkumpul di tepi pantai untuk memasak berbagai hasil laut dan bumi di atas batu yang sudah dibakar. Puncak acara festival yang jatuh pada Hari Raya Idul Fitri akan menghadirkan dua jenis arak-arakan, yaitu Lemba Kangsodha dan Pajuju. Lemba Kangsodha adalah arak-arakan remaja yang baru saja menginjak usia akil balig. Remaja putera dan puteri ini dipikul dengan tandu berhiaskan bunga setelah melewati masa pingitan selama 8 hari 8 malam yang dikenal dengan ritual Sombo Alalungku.  Lemba Kangsodha diikuti arak-arakan Pajuju, sebuah budaya asli Kulati yang sudah jarang ditemukan tetapi akan ditampilkan di Festival Potapaki. Pajuju adalah tumpukan kue karasi (kue tradisional khas Wakatobi) yang dibentuk menyerupai kubah bertingkat dan diisi makanan lokal termasuk hasil laut seperti ikan, lobster dan kerang. Tingkatan kubah Pajuju erat hubungannya dengan ajaran Islam; bertingkat tiga menggambarkan Baitullah (Rumah Tuhan) sekaligus mengingatkan untuk beribadah haji, sedangkan bertingkat lima mengingatkan untuk sholat 5 waktu. Pajuju terbesar bertingkat tujuh, menggambarkan jumlah hari dalam seminggu dan tingkatan langit di alam semesta. Pajuju setinggi 4,5 meter dengan lingkar tengah 3 meter ini akan dipikul oleh 100 orang. Pajuju biasanya ditutup dengan Manga Lebu-Lebu atau makan bersama penuh keakraban antara seluruh penduduk desa dan pengunjung. Festival Potapaki akan ditutup dengan pelepasan 1000 anak penyu di Pantai Hu’untete pada tanggal 19 Juli 2015. Hal ini sejalan dengan upaya masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar, baik darat maupun laut. Potapaki merupakan tradisi Desa Kulati sejak zaman dahulu tetapi baru beberapa tahun terakhir dikemas sebagai festival. Tahun ini merupakan keempat kalinya festival diadakan dengan dana swadaya masyarakat, guna melestarikan sekaligus memperkenalkan budaya setempat kepada masyarakat luas – baik domestik maupun manca negara. Desa Kulati sendiri merupakan sebuah desa di Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.  Kulati menjadi rumah bagi beragam kebudayaan yang masih terjaga serta panorama terbaik di Pulau Tomia. Indahnya pantai dengan hamparan pasir putih, air laut sejernih kristal, dan barisan tebing gagah pemecah ombak adalah segelintir dari banyak pesona yang ditawarkan desa ini.  Belum lagi pesona bawah lautnya yang sulit ditandingi dengan menghadirkan beraneka biota laut dan sensasi menjelajahi bangkai kapal perang Jepang (Japanese shipwreck).   Sumber:http://indonesia.travel/id/event/detail/1153/festival-potapaki-semarak-pulang-kampung-di-wakatobi
...more

Apr/10


Tambora Menyapa Dunia

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menggelar acara Tambora Menyapa Dunia yang puncaknya diselenggarakan pada April 2015. Beragam pertunjukan budaya akan disajikan untuk mengenang 200 tahun letusan Gunung Tambora.   Masyarakat Kabupaten Dompu, tempat dimana Gunung Tambora berada, sangat antusias menyambut acara ini. Menurut Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin, kegiatan tersebut ditargetkan dapat meraup kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri hingga 2 juta orang. Sementara itu, Bupati Dompu Bambang M Yasin, mengajak masyarakat Dompu untuk bersama-sama menyukseskan acara tersebut sebagai sarana untuk membuka mata dunia bahwa di Dompu terdapat sebuah gunung yang pernah meletus dan menimbulkan perubahan yang luar biasa pada dunia.   Sebelumnya Pemprov NTB telah melaksanakan beberapa kegiatan menuju Tambora Menyapa Dunia seperti Festival Tambora 2014 pada November lalu dan pendakian bersama ke Gunung Tambora pada Agustus 2014 yang diikuti oleh 60 pendaki yang terdiri dari wartawan, mahasiswa pecinta alam dan Pemerintah Kabupaten Dompu.    Tahun 1815 adalah tahun bersejarah bagi perubahan iklim di dunia. Banyak juga yang menyebutnya sebagai “kiamat kecil” lantaran pada tahun tersebut Gunung Tambora meletus hebat.   Gunung Tambora adalah stratovolcano aktif yang terletak di Pulau Sumbawa. Letusan gunung  setinggi 2.851 m dpl itu menjadi letusan terbesar sejak letusan Danau Taupo pada 181. Sebelumnya, Gunung Tambora memiliki tinggi 4882 m dpl dan menjadi puncak tertinggi kedua di Indonesia setelah Jaya Wijaya. Namun letusan yang luar biasa besar melenyapkan hampir separuh tubuhnya.   Kaldera abadi akibat letusan pun sangat besar seluas 7 km, sementara jarak antara puncak dengan dasar kawahnya sedalam 800 meter. Total kematian yang ditimbulkan adalah 71.000 jiwa, bahkan ada sumber yang menyebut data korban hingga 92.000 jiwa.    Letusan tersebut terdengar hingga ke Pulau Sumatera, Makassar dan Ternate sejauh 2.600 km. Berikutnya, 400 juta ton gas sulfur menguasai langit hingga jauh di atas awan mencapai 27 mil ke strastofer, debu tebalnya bahkan telah menyelimuti Pulau Bali dan mematikan vegetasinya. Saking tebalnya abu-abu yang berterbangan di langit, sepanjang daerah dengan radius 600 km dari gunung tersebut terlihat gelap gulita selama dua hari karena sinar matahari tak mampu menembus tebalnya abu.   Abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia, menyobek lapisan tipis ozon, menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun kemudian turun melalui angin dan hujan ke Bumi. Satu tahun berikutnya (1816), sering disebut sebagai tahun tanpa musim panas karena terjadi perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa yang disebabkan oleh debu letusan Tambora ini. Selain itu, terjadi gagal panen di China, Eropa dan Irlandia. Bahkan terjadi tragedi kelaparan di Perancis yang menyulut kerusuhan di negeri itu.    Letusan Gunung Krakatau tahun 1983 terasa sangat hebat, namun letusan Gunung Tambora 4x lipat lebih dahsyat. Peristiwa bersejarah ini sering dikaitkan dengan nama Tambora yang berasal dari dua kata, yakni "ta" dan "mbora" yang berarti ajakan menghilang.    http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/11/200-tahun-letusan-tambora-menyapa-dunia   Sumber: http://indonesia.travel/id/event/detail/1039/tambora-menyapa-dunia
...more

Apr/08


Mappanretasi: Pesta Adat Suku Bugis di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

Menyaksikan sebuah upacara adat di berbagai daerah dapat melengkapi kegiatan berpelesir Anda di Tanah Air. Nah, kali ini di Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tanah Bumbu ada sebuah acara adat yang patut untuk dilihat langsung, namanya Mappanretasi. Lebih dari sebuah upacara adat,  Mappanretasi nyatanya juga dinafasi ikatan persaudaraan yang tinggi karena melibatkan berbagai suku yang ada di Tanah Bumbu (Tanbu). Mappanretasi atau pesta laut merupakan upacara adat Suku Bugis di Pantai Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Acaranya digelar pada 8-6 April 2015 dan rutin berlangsung setiap tahun selama tiga minggu di bulan April. Mappanretasi berasal dari bahasa Bugis, yaitu ma’ppanre (memberi makan) dan tasi (laut) atau diartikan kemudian sebagai ritual memberi makanan di laut. Mappanretasi digelar sebagai bentuk syukur bumi atas hasil laut yang melimpah. Nelayan Suku Bugis yang tinggal di pesisir Pantai Pagatan, Tanah Bumbu menggelarnya dengan cara melarung sesajen sebagai wujud syukur atas hasil laut. Sesajen tersebut berupa sesisir pisang barengseng, nasi ketan warna putih, hitam, kuning dan merah jambu, juga dilengkapi ayam panggang dan pisang raja. Sesajen tersebut mengiring ayam berwarna hitam yang dibawa naik kapal nelayan yang telah dihias. Selama Mappanretasi berlangsung Anda dapat menyaksikan selama hampir tiga minggu, Kota Pagatan dari sore hingga malamnya meriah dengan pasar malam. Puncak upacara ini tentunya melihat kapal-kapal nelayan berhias mengarung ke tengah laut di titik yang ditentukan dipimpin seorang sandro didampingi 12 pengiring meliputi 6 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Sandro merupakan gelar turun temurun dan mereka biasanya mengenakan kopiah bugis bone dan pakaian adat Bugis yang serba kuning. Pada malam sebelumnya, sandro akan turun ke laut mencari titik yang tepat untuk selamatan laut tersebut. Untuk hal itu tidaklah mudah karena perlu kontak batin yang hanya bisa dilakukan oleh sandro. Setelah kapal sampai ke titik yang telah ditentukan, ratusan kapal nelayan akan mengerubungi kapal yang ditumpangi sandro untuk mengikuti pembacaan doa selamatan laut. Setelah pembacaan doa selesai maka ayam hitam yang telah disiapkan akan langsung dipotong dan dilepas ke laut bersama sesajen lainnya. Pantai Pagatan sendiri merupakan pantai indah yang berada di ujung tenggara Kalimantan Selatan dan memanjang dari barat ke timur sepanjang 1.5 kilometer. Untuk mencapainya dari Batulicin, ibu kota Kabupaten Tanah Bumbu sekira 23 km atau sekira 5 jam perjalanan dari Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan. Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan. Awalnya kawasan ini dihuni penduduk asli Kalimantan, yaitu orang Satui, orang Laut Pulau, orang Pamukan (Dayak Samihim), orang Paser, serta orang Dayak Bukit yang tinggal di pegunungan Meratus. Orang Bugis mulai bermigrasi ke daerah ini sejak abad ke-17 sejak Sultan Banjar menguasai Kalimantan Tenggara dan  memerintahkan keturunannya yaitu Pangeran Dipati Tuha untuk memimpin kawasan tersebut dengan nama Kerajaan Tanah Bumbu. Wilayah awalnya mulai dari Tanjung Silat sampai Tanjung Aru. Sumber: http://indonesia.travel/id/event/detail/1081/mappanretasi-pesta-adat-suku-bugis-di-tanah-bumbu-kalimantan-selatan
...more

Apr/01


Wisata Rohani Semana Santa di Larantuka

Setiap tahun, seminggu sebelum Paskah, Kota Larantuka di Flores Timur akan merayakan Pekan Suci ini dengan cara yang unik, masyarakat mengenalnya dengan Semana Santa. Tahun ini perayaan tersebut akan berlangsung pada 1-5 April 2015. Selama satu minggu, kota kecil Larantuka akan disesaki ribuan peziarah. Mereka tidak hanya berasal dari pulau-pulau di sekitar Flores namun juga dari Jawa, Bali, juga wisatawan mancanegara. Tidaklah heran karena peringatan ini begitu unik memadukan sejarah bangsa Portugis dengan tradisi lokal. Peziarah datang ke sini untuk berdoa sekaligus bepartisipasi dalam prosesinya. Semana Santa akan dimulai dengan Trewa Abu atau Rabu Abu pada pertengahan minggu Paskah yang jatuh pada 1 April. Pada hari itu, umat dan peziarah berkumpul di Kapel Devotees dan berdoa untuk mengenang pengkhianatan Yudas Iskariot yang menyebabkan penangkapan Yesus dan shackling. Ini adalah saat dimana Kota Larantuka berubah menjadi kota berkabung, tenggelam dalam kekhidmatan dan refleksi pemurnian jiwa. Pada sore hari Kamis Putih, umat dan peziarah melakukan ritual tikam turo (menanam tiang-tiang lilin) di sepanjang jalan raya yang menjadi rute prosesi. Tugas ini dilakukan oleh para mardomu sesuai nazarnya. Aktivitas Kamis Putih dilanjutkan di kapela Tuan Ma (Bunda Maria) yang berlangsung dalam upacara Muda Tuan, yaitu upacara pembukaan peti oleh petugas Confreria yang selama satu tahun ditutup. Patung Tuan Ma dimandikan dan dibalut dengan pakaian berkabung berupa sehelai mantel beludru  hitam, ungu atau biru. Setelah itu, umat diberi kesempatan untuk berdoa, menyembah, bersujud memohon berkat dan rahmat. Kiranya permohonan ini dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantara Bunda Maria. Setelahnya, pada 3 April ada prosesi puncak Jum'at Agung yang merupakan perarakan untuk mengantar jenazah Yesus Kristus. Pada pukul 10.00, ritual Tuan Meninu digelar dari Kota Rewido. Usai berdoa di kapela, Tuan Meninu diarak lewat laut dengan acara yang semarak nan sakral. Prosesi laut melawan arus berakhir di Pantai Kuce. Patung Tuan Ma dan Tuan Ana (Yesus) pun diarak dari kapela menuju Gereja Katherdal dilanjutkan dengan Misa Agung, cium salib. Pada Sabtu Santo, pagi hari umat kembali mengarak Tuan Ma dan Tuan Ana dari Gereja Kathedral untuk disemayamkan di kapela masing-masing. Sementara pada Minggu Paskah, terjadi upacara Ekaristi Paskah di gereja. Meski perayaan Semana Santa berasal dari tradisi akulturasi Portugis dan tradisi penduduk lokal tetapi memiliki daya tarik bagi umat Katolik dari seluruh Tanah Air bahkan wisatawan mancanegara. Kabarnya perayaan serupa di Portugal sudah jarang digelar. Saat perayaan berlangsung di Larantuka maka ribuan lilin di sepanjang rute prosesi dan di tangan para peziarah telah menjadikan Larantuka sebagai kota perkabungan suci sekaligus daya tarik wisata religi yang penuh kesan. Kota Larantuka sendiri dikenal pula dengan nama Kota Reinha dalam bahasa portugis artinya Kota Ratu atau Kota Maria. Oleh sebab itu, semua umat Katholik di Larantuka dan sekitarnya merayakan Pekan Suci Semana Santa dengan khidmat. Larantuka memiliki pengaruh Portugis yang kuat sekaligus dikenal sebagai salah satu tempat berkembangnya Katholik di Indonesia. Selama lebih dari 4 abad, wilayah ini mewarisi Katholik melalui peran orang-orang biasa, bukan melalui pendeta. Untuk menuju Larantuka, dari Bali atau Kupang, Anda bisa melanjutkan penerbangan ke Bandara Wai Oti di Maumere, lalu menempuh sekira 3 jam perjalanan darat ke Larantuka. Sumber: http://indonesia.travel/id/event/detail/1048/wisata-rohani-semana-santa-di-larantuka
...more

Mar/21


Hari Raya Nyepi-Tahun Baru Saka 1937 di Bali

Setiap agama dan budaya di dunia memiliki caranya sendiri untuk mendefinisikan datangnya tahun baru. Tionghoa memiliki perayaan Imlek, Islam memiliki Tahun Baru Muharram, dan secara umum dunia melakukan selebrasi tahun baru di awal Januari. Begitu pun dengan umat Hindu di Bali yang menandai tahun baru berdasarkan kalender saka tradisional yang disebut Nyepi. Tahun ini,Hari Raya Nyepi(Tahun Baru Saka 1937 yang dimulai pada 78 Masehi) akan dirayakan pada 21 Maret 2015. Apabila budaya lain menyambut tahun baru dengan kemeriahan, tidak dengan di Bali. Puncak perayaan Hari Raya Nyepi akan berlangsung sunyi dan khidmat. Tahun baru bagi masyarakat Bali adalah mendekatkan diri kepada Hyang Widi Wasa melalui doa. Ini adalah saat untuk intropeksi menggunakan sepanjang hidup berikutnyadengan cinta kasih, kesabaran, kebaikan dan kebajikan. Ketika Tahun Saka atau Hari Raya Nyepi berlangsung, seluruh wilayah Pulau Bali akan sunyi dan hening, tak ada kegiatan di jalan raya hingga tempat-tempat wisata yang biasanya dipadati banyak orang.Wisatawan di Pulau Dewata pun diharuskan untuk menghormati tradisi Nyepi dengan tidak berkendara, bahkan Bandara Internasional Ngurah Rai pun tidak melayani penerbangan selama 24 jam. Untuk memastikan konidisi yang mendukung saat Nyepi maka petugas keamanan adat yang disebut pecalang akan berpatroli di berbagai lokasi. Pada malam hari semua lampu harus dimatikan, hotel-hotel juga ditutup dengan tirai agar tak ada cahaya lampu yang memancar ke luar. Agar keheningan tetap terjaga maka suara dan musik di dalam ruangan harus dikecilkan. Kata ‘nyepi’ sendiri berasal dari kata sepi yang berarti sunyi senyap. Hari Raya Nyepi yang merupakan perayaan Tahun Baru Hindu dimana Nyepi mengajak pemeluknya untuk memiliki kesiapan batin menghadapi setiap tantangan hidup di tahun baru. Bagi masyarakat  Hindu Bali, Nyepi adalah hari untuk mengembalikan keseimbangan di alam semesta. Umat Hindu Bali akan melakukan ketaatan dengan berdiam dan berada dalam kegelapan selama 24-jam atau selama Matahari terbit sampai terbit lagi keesokan harinya. Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon kepada Tuhan untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia atau microcosmos) dan Buwana Agung (alam semesta atau macrocosmos). Ritual Nyepi terdiri dari beberapa rangkaian upacara yang dilaksanakan mulai dari 1-2 sebelum hari raya, hingga 1 hari setelahnya. Hari pertama terdapat Upacara Melasti yang berlangsung di pura dekat laut. Tujuan upacara ini adalah untuk membersihkan benda-benda suci milik pura dari segala kotoran membuangnya ke laut. Satu hari sebelum Nyepi, umat Hindu di Bali menggelar ritual Tawur Kesanga dan Caru yang juga disebut sebagai ritual pengorbanan. Baik di desa-desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi, menyajikan sesajian sesuai dengan kemampuannya. Bisa dengan menghidangkan ayam, bebek, babi, kambing, kerbau, hingga tumbuh-tumbuhan. Selain untuk mengingatkan orang Bali akan pentingnya ternak dan tanaman mereka, ritual ini juga dimaksudkan untuk menyucikan Batara Kala yakni dewa yang dikenal sangat kuat dan jahat. Masih di hari yang sama. Saat Matahari terbenam sekira jam 5 atau 6 sore, ritual Pengrupukan akan berlangsung. Masyarakat dan wisatawan Bali akan bersuka cita menggelar prosesi Ogoh-Ogoh yang menggambarkan Batara Kala.Tujuan prosesi ini adalah melenyapkan segala unsur negatif yang melekat pada Ogoh-Ogoh. Saat hari Hari Raya Nyepi maka umat Hindu di Bali akan melaksanakan catur brata nyepi, yaitu meliputi: 1.  amati geni:  tidak menyalakan api atau menghidupkan lampu, 2.  amati karya: menahan diri dari semua kegiatan dan bekerja, 3.  lelungan amati: tinggal di rumah dan tidak melakukan bepergian, dan 4.  amati lelanguan: tidak memuaskan nafsu atau terlibat dalam kegiatan menyenangkan diri lainnya.  Bagi yang mampu dianjurkan melaksanakan tapa, brata, yoga dan semadhi. Sehari setelah Nyepi dilakukan upacara yang disebut Ngembak Geni. Prosesi ini berupa silaturahmi dengan keluarga, tetangga dan kerabat untuk saling meminta maaf. Mereka juga melakukan Dharma Canthi yakni mengucapkan Sloka, Kekidung dan Kekawin. Inti dari proses ini adalah  memandang bahwa semua manusia sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi. Sumber : http://indonesia.travel/id/event/detail/1080/hari-raya-nyepi-tahun-baru-saka-1937-di-bali
...more

Mar/21


Pesona Kulminasi Matahari di Pontianak

Kota Pontianak, ibukota Provinsi Kalimantan Barat, merayakan fenomena unik berupa Kulminasi Matahari setiap dua tahun sekali yaitu 21-23 Maret dan 21-23 September. Ketika ini terjadi, bayangan benda di Pontianak seakan menghilang dan telur pun bisa berdiri tegak. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak kemudian mengemasnya menjadi acara Pesona Kulminasi Matahari yang diselenggarakan pada tanggal yang sama setiap tahunnya di Tugu Khatulistiwa.   Pesona Kulminasi Matahari mengajak siswa-siswi sekolah dan pengunjung untuk mengikuti lomba menegakkan telur. Kulminasi Matahari menghasilkan gaya gravitasi yang cukup kuat sehingga bisa membuat telur berdiri tegak di titik nol derajat. Lomba diadakan guna mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa Kota Pontianak memiliki potensi yang unik.   Titik Kulminasi Matahari merupakan fenomena alam ketika Matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi Matahari tepat berada di atas kepala sehingga bayangan benda-benda di permukaan bumi tidak tampak. Inilah yang terjadi pada bayangan Tugu Khatulistiwa Pontianak selama beberapa detik. Demikian pula dengan bayangan benda-benda lain di sekitar tugu.   Saat Kulminasi Matahari terjadi, ratusan pengunjung rela berada di tengah-tengah teriknya Matahari demi mengabadikan momen ini. Di depan Tugu Khatulistiwa disiapkan alat deteksi kulminasi berupa besi bulat sepanjang dua meter yang dihubungkan dengan dua rangkap kaca cembung. Alat ini berfungsi menangkap sinar Matahari dalam satu titik yang panasnya mampu menyulut sumbu mercon.   Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dilalui garis khatulistiwa. Kejadian titik kulminasi serupa bisa ditemui juga di Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, dan Somalia, semuanya di Afrika. Di Amerika Latin garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Ekuador, Peru, Columbia dan Brazil.    Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa yaitu Kota Pontianak sehingga kota ini begitu istimewa. Pada 1928, seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda melakukan ekspedisi internasional ke Pontianak dan menentukan titik garis khatulistiwa. Pada tahun yang sama kemudian tugu dibangun berbentuk tonggak anak panah. Pada tahun 1990, tugu mengalami renovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran yang lebih besar dari tugu aslinya.   Hasil pengukuran oleh tim BPPT menunjukkan bahwa Tugu Khatulistiwa saat ini berada pada posisi 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara dan 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur. Sementara posisi 0 derajat, 0 menit dan 0 detik ternyata melewati taman atau tepatnya 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari arah tugu saat ini. Di tempat itulah kini didirikan patok sederhana yang terbuat dari pipa-pipa.   Sumber : http://indonesia.travel/id/event/detail/1052/pesona-kulminasi-matahari-di-pontianak
...more

Mar/05


Cap Go Meh Singkawang di “Kota Seribu Kelenteng”

Tahun Baru Imlek akan jatuh pada 19 Februari 2015 dan Cap Go Meh akan dirayakan di hari ke-15, tepatnya pada 5 Maret. Kemeriahan Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, disebut-sebut sebagai event terbesar di Asia Tenggara karena perayaannya begitu berbeda dari tempat lainnya. Kebudayaan Tionghoa di Singkawang mendominasi sehingga kota ini dijuluki sebagai “Kota Seribu Kelenteng”. Singkawang merupakan kota yang tenang namun karakter ini berubah meriah ketika perayaan Cap Go Meh berlangsung. Anda akan mendapatkan pengalaman yang sangat mengesankan karena perayaan Cap Go Meh dimeriahkan oleh atraksi tatung. Ini adalah atraksi dimana wanita, pria dan anak-anak akan berkumpul untuk menjadi media penolakkan roh-roh jahat serta kemalangan sepanjang sisa tahun. Selama ritual tatung, peserta dirasuki Dewa-Dewa sehingga mengalami ketidaksadaran bahkan mampu melakukan tindakan di luar kewajaran, seperti menginjak pedang dengan kaki telanjang hingga menusukkan kawat baja ke dalam pipi tanpa terluka sedikit pun.Parade tatung biasanya dilaksanakan di jalan-jalan utama Singkawang seperti Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Sejahtera, Jalan Budi Utomo, Jalan Setia Budi dan berakhir di Jalan Niaga. Singkawang adalah kota terbesar kedua di Provinsi Kalimantan Barat setelah Pontianak. Tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, Singkawang diwarnai suasana oriental berkat ratusak klenteng yang bisa ditemukan di hampir setiap sudut kota. Lebih dari 70% penduduk Kota Singkawang merupakan keturunan Tionghoa, terutama suku Hakka dan sebagian lagi Teochew. Lainnya adalah Melayu, Dayak, dan etnis Indonesia lainnya. Pada abad ke-18, area tambang emas di Monterado (sekarang Bengkayang), Kalimantan Barat, begitu memikat sehingga ribuan orang Tiongkok datang untuk mengeksplornya. Dalam perjalanan itu, mereka kerap bermalam di Singkawang. Bahkan kebanyakan menetap di sini, menikah dan memiliki keturunan sehingga mayoritas penduduk Singkawang kini merupakan orang Tionghoa. Untuk menuju Singkawang, Anda perlu mencapai Pontianak terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan perjalanan 3 jam dengan mobil sewa atau mobil travel. Perayaan Cap Go Meh di Singkawang sangat meriah sehingga Anda harus mempersiapkan akomodasi terlebih dahulu. Sumber : http://indonesia.travel/id/event/detail/1058/cap-go-meh-singkawang-di-kota-seribu-kelenteng
...more

Mar/01


Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta X

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) akan digelar 1-5 Maret 2015 di Kampung Pecinan Ketandan. Perhelatan ini mengangkat tema “Merajut Budaya, Merenda Kebersamaan” dimana mencerminkan bahwa budaya Tiongkok juga seperti Indonesia: memiliki 1001 macam budaya. PBTY diselenggarakan untuk memperingati perayaan Tahun Baru Imlek 2566 dan Cap Go Meh. Festival ini akan dirancang selayaknya Jogja Java Carnival, bahkan tengah diusulkan untuk menggantikannya. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, PBTY dimeriahkan oleh pameran budaya, atraksi liong samsi, naga barongsai, wayang potehi, karnaval kirab budaya, jogja dragon festival, lomba karaoke, panggung hiburan hingga bazaar yang menjual pernak-pernik Imlek. Kampung Ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, keraton dan warga Kota Yogyakarta. Letaknya di pusat kota, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan, Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo. Anda bisa dengan mudah mengunjungi kampung Pecinan ini karena letaknya yang strategis di tengah kota, yaitu di sisi selatan kawasan Malioboro. Sejak 200 tahun lalu daerah ini menjadi tempat tinggal dan tempat mencari nafkah bagi masyarakat Tionghoa sehingga diakui sebagai kawasan Pecinan di Yogyakarta. Arsitekturnya didominasi nuansa tempo dulu dengan ciri khas rumah-rumah memanjang ke belakang dan digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus toko. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai pedagang emas dan permata, toko kelontong, toko herbal, kuliner dan penyedia berbagai kebutuhan pokok. Menjelang tahun 1950-an, hampir 90% penduduk beralih menjadi pedagang emas. Pekan Budaya Tionghoa sendiri sudah diselenggarakan sejak 2006 seiring era reformasi di Indonesia. Festival yang digelar oleh Pemerintah Kota Yogyakarta ini merupakan upaya mempertahankan identitas Kampung Pecinan Ketandan. Setiap menyambut Tahun Baru Imlek, Kampung Ketandan akan dihiasi ornamen dan gapura bernuansa Tionghoa. Sumber: http://indonesia.travel/id/event/detail/1060/pekan-budaya-tionghoa-yogyakarta-x
...more

Feb/10


Pasola : Ritual Perang Adat di Pulau Sumba

Ritual perang adat Pasola kembali berlangsung di enam kampung adat di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, selama bulan Februari dan Maret. Selama bulan Februari 2015 di Homba Kalayo, Bondo Kawango dan Rara Winyo, sedangkan bulan Maret di Maliti Bondo Ate (Ratenggaro), Waiha dan Wainyapu. Penentuan tanggal Pasola dihitung para tetua adat melalui munculnya bulan purnama 'naalbukolo'. Rato nyale merupakan orang yang sangat penting dalam hal penentuan tanggal digelarnya Pasola. Sulit menentukan waktu pasti perhelatan acara ini karena Pasola sejatinya bukan hanya hiburan semata namun juga ritual adat agama Marapu. Pasola merupakan atraksi perang yang dilakukan oleh dua kelompok dengan kuda. Setiap kelompok terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter 1,5 cm dengan ujung yang tumpul. Dalam peperangan ini, peserta dan kuda yang jatuh tidak boleh diserang. Setiap darah yang keluar diyakini dapat menyuburkan tanah dan bermanfaat bagi panen berikutnya. Pasola bukan sekadar pemainan adat belaka namun telah tertanam jauh dalam budaya orang Sumba. Pasola berasal dari kata sola atau hola yang bermakna lembing kayu dalam bahasa lokalnya. Pelafalan kata tersebut dibubuhi awalan menjadi pasola sehingga makna pun berubah menjadi permainan demi perekat jalinan persaudaraan. Pasola dimaknai orang Sumba sebagai perang damai dalam sebuah ritual adat (baca: bukan perang-perangan). Meskipun acap kali memakan korban, pasola tetap berpacu di tanah Sumba sebagai permainan penawar duka, duka seorang leluhur atas hilangnya belahan jiwa. Hal itu diawali dari legenda masyarakat Sumba. Sumba sendiri adalah pulau yang menyajikan warna lebih memikat daripada sekadar tangkapan lensa kamera. Pulau ini tidak sekadar menyajikan perang Pasola, namun juga rentetan rumah adat tradisional, kubur batu, dan agama Marapu yang seolah tak terjangkau perubahan zaman. Jadwal Pasola 2015  Bulan Februari 2015 10 Februari 2015 : Pasola Homba Kalayo, Kecamatan Kodi Bangedo. 13 Februari 2015 : Pasola Bando Kawango, Kecamatan Kodi 14 Februari 2015 : Pasola Rara Winyo kecamatan, Kodi.  Bulan Maret 2015 11 Maret 2015 : Pasola Maliti Bondo (Ratenggaro), Kecamatan Kodi Bangedo. 13 Maret 2015 : Pasola Waiha, Kecamatan Kodi Blaghar. 14 Maret 2015 : Pasola Wainyapu, Kecamatan Kodi Blaghar.   Sumber : http://indonesia.travel/id/event/detail/1079/pasola-2015-ritual-perang-adat-di-pulau-sumba
...more
ButikTrip.com
remen-vintagephotography
×

...