Selain dikenal sebagai kota ukiran, Jepara juga dikenal dengan wisata pantainya. Ada beberapa pantai indah nan eksotis di kota kelahiran R.A. Kartini ini. Salah satunya adalah Pantai Bandengan yang memiliki pesona pasir putih yang lembut. Pantai Bandengan berada dekat dengan pusat Kota Jepara. Diperlukan sekitar 30 menit dari pusat kota untuk bisa merasakan nikmatnya suasana Pantai Bandengan. Hembusan angin pantai yang sejuk, mendengar suara deburan ombak, dan memandang laut lepas yang indah merupakan pesona yang bisa Anda dapatkan di sini. Putihnya pasir dengan teksturnya yang lembut membuat Anda betah berlama-lama bermain dengan hamparan pasir di pantai yang terletak di Desa Bandengan, Kecamatan Jepara.Selain menikmati pemandangan pantai, Anda dapat pula mencoba olahraga air seperti jetski. Kapal karet yang biasa digunakan untuk berarum jeram di sungai juga dapat Anda coba untuk bersenang-senang menikmati arus ombak di pantai ini. Keasyikan bermain perahu karet di laut lepas dengan deburan ombak yang menghantam perahu akan memberikan kesenangan yang berbeda ketika Anda menghabiskan waktu di Pantai Bandengan.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Sebuah tali terbentang dengan panjang 110 meter dan kedalaman hingga 70 meter adalah salah satu pemandangan flying fox tertinggi yang ada di Indonesia. Tubuh Anda akan diayun menyebrangi bukit ke bukit yang ada di lereng Gunung Ungaran. Inilah Umbul Sidomukti, sebuah kawasan wisata alam yang menyajikan pemandangan alam khas pegunungan. Terletak di ketinggian 1200 dari permukaan laut, membuat wisata alam ini sangat dingin dengan hawa khas pegunungan. Latar berlakang Gunung Ungaran yang menjadi landasan, memberikan sebuah pemandangan pegunungan yang indah hingga mata anda tidak merasa jenuh dengan panorama yang disajikan Umbul Sidomukti.Sidomukti adalah sebuah nama desa yang terdapat di daerah Ungaran dan telah dijadikan desa wisata oleh pemerintah Semarang. Kawasan ini menjadi salah satu andalan di Kota berjuluk kota lumpia karena memberikan suasana yang santai dan nyaman dengan kesejukan udara lereng Gunung Ungaran. Sebuah Taman renang dengan mata air pegunungan bisa Anda coba dan dapat memberikan kesegaran saat berada dikolam dengan air yang dingin. Pikiran dan raga yang lelah dengan segala rutinitas, hilang seketika saat berenang dengan latar belakang pemandangan lereng Gunung Ungaran. Birunya langit bercampur dengan hijaunya hamparan pohon-pohon yang mengelilingi bukit sambil ditemani sejuknya hembusan angin di lembah Umbul Sidomukti membuat tubuh seolah-olah enggan untuk beranjak pergi meninggalkan wisata alam ini.Selain berenang, Anda juga bisa merasakan sensasi beberapa permainan yang bisa memacu adrenalin, salah satunya bermain ketangkasan saat melintasi Marine Bridge. Untuk bisa melintasi jembatan ini, Anda perlu sedikit nyali besar karena keseimbangan dan mental Anda akan diuji saat berjalan melintasi jembatan ini.Bermain Rapeling juga tidak kalah menantangnya. Sebuah permainan yang mungkin dapat menguji nyali Anda. Tubuh akan berjalan turun dan di gantung dengan seutas tali sungguh membuat permainan ini layak untuk dicoba. Kemiringan 90 derajat dan ketinggian 30 meter tentunya akan memberikan sensasi turun tebing yang memacu adrenalin. Anda juga dapat melakukan trekking, melintasi lereng Ungaran yang masih terjaga keindahan alamnya membuat jalan menjelajahi lereng Gunung Ungaran terasa mengasikkan. Hutan pinus yang tersebar hingga air terjun akan menjadi sebuah pengalaman jalan-jalan menyenangkan yang tidak akan terlupakan.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Indonesia menyimpan ribuan potensi wisata dan salah satu yang terkenal hingga ke mancanegara adalah Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas Adalah salah satu perwakilan ekosistem hutan dataran rendah, dimana di salah satu lokasinya ada tempat pelatihan gajah pertama di Indonesia.Gajah-gajah yang dilatih, ditempatkan di pusat latihan gajah. Dan dapat dijadikan gajah tunggang, atraksi, pengangkut kayu atau membantu membajak sawah. Pusat pelatihan gajah ini berdiri tahun 1985.Pengunjung juga dapat berkemah di lokasi perkemahan yang ada di dalam lokasi Taman Nasional Way Kambas.Menarik bukan? Jangan lupa mampir ke Way Kambas saat Anda berkunjung ke Lampung.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Untuk urusan memakamkan jenazah, masyarakat Toraja memiliki keunikan tersendiri. Ada yang memakamkan jenazah di liang tebing, atau disemayamkan di sebuah makam kayu berbentuk tongkonan yang disebut patane. Lalu ada juga peti mati yang terbuat dari kayu dan dipahat berbentuk hewan, atau yang biasa disebut dengan Erong.Wisatawan bisa mengunjungi beberapa lokasi pemakaman yang telah menjadi obyek wisata di Tana Toraja. Misalnya: Londa, yang merupakan tempat pemakaman tua yang berada di dalam gua batu yang dipahat. Nuansa mistis, ditambah udara lembab dan dingin, langsung terasa begitu memasuki pintu gerbang lokasi wisata ini. Di dalam gua tersebut bisa dijumpai deretan puluhan erong serta tengkorak dan tulang belulang yang berserakan karena erongnya sudah rusak dimakan usia. Lokasi pemakaman ini milik Lengkong dan To’Para’pak, keturunan Tandilino, orang pertama yang membuat erong. Erong-erong tersebut diletakkan berkelompok berdasarkan keluarga dan masing-masing kelompok diberi jarak. Konon, jenazah yang ada di Londa ada yang sudah berusia 500 tahun.Londa terletak di desa Sandan Uai Kecamatan Sanggalai yang berjarak tujuh kilometer ke arah selatan kota Rantepao. Untuk mencapai pekuburan, pengunjung harus menuruni anak tangga sekitar 100 meter. Dan sebelum mulai menuruni tangga, sebaiknya pengunjung menyewa lampu penerangan seharga Rp 20.000, itu belum termasuk uang tip untuk pemandu yang sekaligus berfungsi sebagai pemegang lampu.Lalu ada Tampang Allo yang merupakan kuburan gua alam yang terletak di Kelurahan Sangalla' dan berisikan puluhan Erong, puluhan tau-tau dan ratusan tengkorak serta tulang belulang manusia. Pemilihan gua Tampang Allo ini memiliki sejarah tersendiri. Sekitar abad XVI, Sang Puang Manturino, penguasa Sangalla', bersama istrinya, Rangga Bualaan, membuat janji “sehidup semati sekubur berdua” dan memilih gua Tampang Allo sebagai tempat pemakaman mereka kelak jika meninggal dunia. Goa Tampang Allo berjarak 19 kilometer dari Rantepao dan 12 kilometer dari Makale.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Setiap tahun, Tanah Lot dikunjungi oleh sekitar satu juta wisatawan domestik dan mancanegara. Bisa dikatakan tempat ini menjadi salah satu ikon kepariwisataan Provinsi Bali. Erosi yang disebabkan oleh air laut telah membentuk sejumlah gua di sekitarnya, yang menjadi tempat hidup ular-ular laut. Masyarakat setempat percaya kalau ular-ular itu merupakan hewan milik Dewa yang mendiami Pura Tanah Lot sehingga tidak boleh diganggu.Yang membuat tempat ini semakin indah tentu saja dengan adanya bangunan pura yang terletak di bibir pantai yang curam, bernama Pura Tanah Lot. Ketika air laut pasang, Pura Tanah Lot akan terlihat seperti daratan yang mengambang di tengah pantai. Para wisatawan baru bisa menginjakkan kaki di tempat ini saat air laut mulai surut. Pura ini dibangun pada abad ke-15 oleh Danghyang Nirartha atau Pedanda Bawu Rawuh yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Pada masa itu Tanah Lot dikuasai oleh Bendesa Beraben yang konon iri pada kesaktian Danghyang Nirartha yang mampu merebut simpati masyarakat Bali untuk memeluk agama Hindu. Lalu, Bandesa Beraben memaksa Danghyang Nirartha untuk segera meninggalkan Tanah Lot. Namun sebelum pergi, Danghyang Nirartha menggunakan kekuatan serta kesaktiannya untuk memindahkan sebuah batu berukuran sangat besar ke tengah pantai, lalu membangun sebuah pura di atasnya. Danghyang Nirartha juga mengubah selendangnya menjadi ular yang menjadi penjaga pura.Pura Tanah Lot ini sangat disukai oleh para fotografer yang ingin mengabadikan pura dengan latar matahari terbenam. Di dekat Pura Tanah Lot yang sangat indah ini, terdapat juga pura-pura lain yang berukuran lebih kecil, seperti: Pura Pakendungan, Pura Penataran, Pura Penyawang, dan lain-lain. Area wisata Tanah Lot berada di Desa Beraban, berjarak sekitar 13 kilometer dari Tabanan, atau sekitar 22 kilometer dari Kota Denpasar. Sementara dari Bandara Ngurah Rai, lokasi ini berjarak sekitar 25 kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit.Tarif tiket masuk yang ditetapkan bagi wisatawan domestik yang ingin menikmati keindahan Tanah Lot adalah Rp 5.000,00 untuk anak-anak dan Rp 7.500,00 untuk orang dewasa. Sementara harga tiket masuk untuk wisatawan mancanegara sebesar Rp 10.000 untuk anak-anak dan orang dewasa. Dan biaya parkir kendaraan Rp 2.000,00 untuk motor, Rp 5.000,00 untuk mobil, dan Rp 10.000,00 untuk bus.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Taman Nasional Bunaken ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai taman nasional pada tahun 1991. Obyek wisata ini luas sekitar 89.065 hektare, berada di wilayah Kabupaten Minahasa, Kotamadya Manado, Sulawesi Utara. Di sebelah utara taman nasional, ada pulau Bunaken, Manado Tua, Montehage, Siladen, Nain, Nain Kecil, dan sebagian wilayah pesisir Tanjung Pisok. Sementara di bagian selatan, meliputi sebagian pesisir Tanjung Kelapa.Lokasi ini merupakan perwakilan ekosistem perairan tropis Indonesia yang terdiri dari ekosistem hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan ekosistem daratan atau pesisir. Pulau-pulau di dalamnya kaya akan flora dan fauna. Perairan Taman Nasional Bunaken memiliki 13 genera (genus) karang hidup yang didominasi oleh jenis terumbu karang tepi dan terumbu karang penghalang. Tercatat sekitar 91 jenis ikan yang hidup di perairan ini, diantaranya ikan kuda gusumi (Hippocampus kuda), oci putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus). Di tempat wisata ini banyak kegiatan wisata bahari yang ditawarkan, seperti: diving, snorkeling, berjemur, dan berenang di laut. Di pantai Kalase, yang berada di pinggir Kota Manado, terdapat sebuah diving center bernama Dragonet yang pernah menjadi sekretariat acara Sail Bunaken yang memecahkan rekor MURI dengan lebih dari 2.000 penyelam mengikuti upacara bendera di dasar laut. Bapak James, pemilik Dragonet Diving Center, mempekerjakan instruktur selam bersertifikasi SDI (Scuba Diving International) yaitu Bapak Ferry. Dragonet menawarkan pelajaran menyelam bagi pemula, yang meliputi dasar-dasar menyelam (breathing, buoyance control, mask clearing, ear equalization) selama 15 menit, dan setelah paham akan langsung diajak menyelam selama 45 menit di kedalaman hingga 6 meter. Dengan bantuan instruktur selam yang sudah berpengalaman seperti Bapak Ferry, para pemula dijamin bisa menyelam.Selain melalui Pantai Kalase, Taman Nasional Bunaken juga dapat dicapai melalui Pelabuhan Manado, Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas yang memakan waktu sekitar 20 menit, dan dari Marina Blue Banter dengan waktu tempuh sekitar 10 – 15 menit menggunakan kapal pesiar. Jika berangkat dari pelabuhan Manado, bisa menggunakan perahu motor menuju pulau Siladen yang dapat ditempuh sekitar 20 menit, ke pulau Bunaken sekitar 30 menit, ke pulau Montehage sekitar 50 menit, dan ke pulau Nain sekitar 60 menit. Biaya masuk ke lokasi ini sebesar Rp 2.500 per hari untuk wisatawan domestik, dan Rp 150.000 per tahun untuk wisatawan asing.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Sebuah gedung tua peninggalan kolonial Belanda terlihat berdiri tegak di jantung kota. Gelap. Kosong. Eksotis sekaligus mistis. Angker. Kesan itulah yang terpancar dari Lawang Sewu, nama bangunan tua yang berada di dekat Bundaran Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah. Bangunan ini bergaya art deco dan memiliki begitu banyak pintu yang berderet. Secara harfiah, Lawang Sewu berarti seribu pintu, meski sebenarnya jumlah pintunya tidak sebanyak itu. Bangunan ini dibangun pada tahun 1904–1907, dan awalnya dipakai sebagai kantor pusat perusahaan kereta api regional wilayah Jawa Tengah yang dikelola oleh Belanda, yaitu Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Namun setelah Jepang berkuasa di Indonesia, gedung ini pun diambil alih dan ruang bawah tanahnya dijadikan sebagai saluran pembuangan air dan juga ruang tahanan sekaligus penyiksaan.Penjara bawah tanah ini menjadi saksi atas penyiksaan dan pembantaian terhadap orang-orang Indonesia, yang dilakukan oleh tentara Jepang pada saat diberlakukannya kerja paksa atau romusha. Suasana di tempat ini membuat bulu kuduk berdiri, apalagi saat memasuki salah satu sudut ruang sempit yang berbentuk seperti kolam-kolam kecil yang dulu dijadikan tahanan. Setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1994, tempat ini sempat berubah fungsi menjadi kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Sempat juga digunakan sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Namun setelah itu, bangunan ini dibiarkan kosong dan tidak terurus.Dulu, kesan angker dan mistis menyertai bangunan ini, tetapi setelah dipugar dan dijadikan pusat kerajinan Indonesia di Jawa Tengah, diharapkan kesan itu perlahan hilang. Semoga cagar budaya ini semakin banyak dikunjungi oleh wisatawan, bukan sebagai bangunan angker, tapi karena memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Gua Cermin terletak di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. Obyek wisata ini terletak di sebelah timur pelabuhan Labuan Bajo, berjarak sekitar empat kilometer dari pusat kota. Gua ini memiliki hutan di mana wisatawan bisa melihat kera ekor panjang dan babi hutan. Biasanya agen perjalanan menawarkan paket wisata ke Gua Cermin sebagai bagian dari program tur Kota Labuan Bajo.Gua yang ditemukan oleh seorang arkeolog Belanda tersebut ternyata adalah sebuah gua yang di dalamnya terdapat sebuah batu yang apabila terkena sinar matahari akan berbentuk seperti cermin. Di samping stalagtit dan stalagmit, terdapat berbagai macam satwa seperti kelelawar, laba-laba, ular dan serangga di dalamnya.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Sillanan adalah nama sebuah perkampungan tradisional masyarakat Toraja. Secara administratif, perkampungan ini masuk ke wilayah Desa Sillanan, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Perkampungan yang struktur tanahnya berbatu-batu ini dihuni oleh penduduk yang bekerja sebagai petani kopi, dan terletak sekitar 35 kilometer ke arah selatan Rantepao. Di tempat ini terdapat bangunan-bangunan megalit berupa menhir maupun kubur batuyang berkaitan dengan tradisi dan upacara-upacara adat masyarakat Toraja yang hingga kini masih diselenggarakan. Dari upacara-upacara adat itu, wisatawan akan mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan peranan peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut terhadap kehidupan masyarakat setempat. Beberapa rumah tongkonan dan lumbung padi yang berusia sangat tua pun masih bisa ditemukan di sini, sementara beberapa diantaranya sudah direnovasi akibat termakan usia. Tongkonan merupakan rumah adat masyarakat Toraja. Kata “tongkonan” berasal dari bahasa Toraja yaitu “tongkon” yang berarti duduk. Disebut tongkon karena memang bangunan ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan adat. Tongkonan bukanlah rumah pribadi perseorangan tetapi diwariskan secara turun temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja. Di rumah adat inilah, keluarga Toraja biasanya berkumpul untuk berdiskusi ataupun bertukar pendapat. Tidak semua Tongkonan dapat dikunjungi, kecuali Tongkonan yang memang secara khusus dijadikan obyek wisata. Sementara Tongkonan milik keluarga Tana Toraja hanya boleh dikunjungi oleh anggota keluarga saja. Wisatawan bisa menanyakan tetua adat atau penduduk mengenai Tongkonan mana yang boleh dikunjungi. Tongkonan terbuat dari kayu dan memiliki atap yang terbuat dari daun nipa atau kelapa. Bangunan adat ini selalu dibangun menghadap ke utara, arah yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Jika dilihat dari bagian samping, bentuk atap Tongkonan akan mirip seperti tanduk kerbau. Di kehidupan masyarakat Toraja, kerbau memang dijadikan simbol status sosial. Ketika keluarga Toraja menyelenggarakan upacara adat pemakaman, mereka akan menyembelih kerbau yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga penyelenggara adat. Setelah disembelih, tanduk-tanduk kerbau dipasang pada Tongkonan milik mereka. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau pada Tongkonan, berarti semakin tinggi pula status sosial pemiliknya di kalangan masyarakat Toraja. Rumah adat Toraja ini berbentuk rumah panggung, dan kolong rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Di depannya terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung terbuat dari batang pohon palem (‘bangah‘) yang licin, sehingga tikus tidak dapat memanjat masuk ke dalam lumbung. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara. Orang Toraja menganggap tongkonan sebagai simbol ‘ibu‘, sedangkan alang sebagai ‘bapak‘. Tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal, tetapi juga sebagai tempat mengadakan kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan. Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah dan selatan. Bagian utara atau ‘tengalok’ berfungsi sebagai ruang tamu, ruang tidur anak-anak, dan juga tempat meletakkan sesaji. Bagian tengah yang disebut ‘sali‘ berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat menyemayamkan orang mati, dan juga sebagai dapur. Dan bagian selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Rumah adat Toraja memiliki beberapa ornamen ukiran khas Toraja yang terbuat dari tanah liat, biasanya menggunakan empat warna dasar yakni hitam, merah, kuning, serta putih. Bagi suku Toraja, keempat warna itu memiliki makna tersendiri. Warna hitam melambangkan kematian, kuning menjadi simbol anugerah dan kekuasaan Illahi, putih lambang warna daging dan tulang yang berarti suci, sementara merah menjadi simbol warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Sama halnya dengan jumlah tanduk kerbau, jumlah ornamen di dalam Tongkonan juga melambangkan tingkat kemewahan. Desa Sillanan juga menawarkan pemandangan alam yang indah dan agrowisata kopi dan sayur mayur. Sillanan dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum Makale – Mebali. Lalu perjalanan bisa dilanjutkan dengan angkutan Mebali -Sillanan, naik ojek atau berjalan kaki. Di sekitar perkampungan ini, terdapat juga pemondokan untuk wisatawan. Sementara enam kilometer dari Sillanan,ada hotel bintang tiga.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com
Danau Linow memiliki luas sekitar 34 hektare, terletak di Kelurahan Lahendong, Tomohon. Danau berpanorama indah ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu kadar belerangnya yang tergolong tinggi. Dilihat dari berbagai sudut pandang, dan ditambah dengan pengaruh cahaya, warna airnya akan terlihat berubah-ubah. Pada siang hari, air danau akan memantulkan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Pantulan sinar matahari menimbulkan kilauan cahaya mirip lukisan pelangi di permukaan danau.Air Danau Linow merupakan air panas yang mengandung sulfur dan magnesium sulfat, yang konon dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Namun, pengunjung harus berhati-hati dengan kubangan lumpur panas mendidih yang berada di tepi danau.Sementara di sekitar danau, hidup satwa endemik berupa burung belibis dan serangga. Oleh penduduk setempat, serangga unik yang hidup di air, bersayap dan bisa terbang ini dinamakan "sayok" atau "komo". Serangga ini juga dikonsumsi penduduk. Burung-burung dari berbagai spesies juga membangun sarang di tepi danau, sehingga kadang-kadang kicauan burung kecil dan besar yang sedang melintasi danau. Aneka ragam tumbuh-tumbuhan juga hidup di sana. Sebuah hamparan rumput hijau di tepi danau menjadi tempat yang cocok untuk duduk-duduk sambil berteduh di bawah pohon. Hembusan angin yang sejuk akan memberikan kenikmatan.Lokasi Danau Lindow memang cukup strategis, bisa dicapai dengan menggunakan angkutan umum atau mikrolet dari terminal bus Kota Tomohon. Perjalanan lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 700 meter menuju Danau Linow.Letak Danau Linow memang cukup strategis sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan beroda empat. Atau menggunakan angkutan umum dari terminal Kota Tomohon, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 700 meter.Tiket masuk ke danau ini sebesar Rp 25.000, dan dibuka untuk umum mulai jam 08:00 – 17:00 waktu setempat. Buat pengunjung yang ingin menginap, tersedia bungalo-bungalo yang lokasinya tidak begitu jauh dari danau.
Sumber: http://www.indonesiakaya.com