shop-triptrus

Trips n Tips

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 3

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com – Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Jami' Kaujon

      View this post on Instagram

A post shared by RIZKY AJHARIE (@rizky_ajharie) onJun 28, 2017 at 7:01am PDT

Langgardalem, adalah sebuah desa yang konon dulunya adalah tempat tinggal Sunan Kudus. Di desa ini terdapat delapan dukuh, yang masing-masing dukuh itu memiliki masjid sendiri. Di dukuh Kaujon ada sebuah masjid yang berada di atas kontur tanah yang tinggi, Kaujon pula namanya. Nama yang sama dengan dukuhnya dikarenakan tidak ada yang tahu kapan dan oleh siapa masjid ini dibangun. Masjid ini dulunya kecil, dan tanah sekeliingnya kala itu adalah milik Nitisemito. Kemungkinan masjid ini sudah ada sejak zaman Nitisemito. Luas bangunan masjid awalnya hanya 70 m2. Masjid Kaujon direnovasi pertama kali pada tahun 1989 dengan diprakarsai oleh K.H. Ma’ruf Irsyad yang kala itu menjadi nadhir masjid dan H. Mukhlis, BA yang menjadi wakil nadhir. Pelebaran hingga teras depan dilakukan karena semakin banyaknya jamaah. Hingga sekarang, luas masjid sekitar 345 m2 dan dapat menampung 800 jamaah. Dengan daya tampung tersebut, masjid ini disebut-sebut sebagai masjid terbesar di desa Langgardalem.

2. Masjid Agung Kudus

      View this post on Instagram

A post shared by KUDUS (@sekitarkudus) onMay 18, 2018 at 1:26am PDT

Pada awalnya masjid ini tidak seperti sekarang. Masjid ini dulunya bernama Masjid Kriyan yang letaknya ada di belakang “Toko Sidodadi”5 . Berdasarkan cerita, keberadaan Masjid Kriyan sebenarnya masih ada, akan tetapi jalur akses untuk menuju ke lokasi sudah tidak bisa. Pada tahun 1991 Masjid Kriyan ini dipindahkan ke lokasi Masjid Agung Kudus yang sekarang ini. Berdirinya Masjid Agung Kudus, merupakan salah satu dari beberapa syarat yang harus ada dalam keberadaan pemerintahan. Pada zaman kolonial syarat adanya pusat pemerintahan harus mencakup tiga komponen, (Tiga Adat Jawa) yaitu: 1. Pendapa Kabupaten (dulu Kadipaten), 2. Adanya alun-alun dan 3. Adanya pohon besar yang terletak bersebelahan dengan kadipaten atau 1. Masjid, 2. Pendopo dan 3. Pembinaan Umat. Atas dasar tersebut, oleh prakarsa dari Muhammad Idris atau Raden Tumenggung Aryo Condro Negoro ke-IV (Bupati Kudus ke-4) pada tahun 1853 M/1274 H pembangunan Masjid mulai berlangsung.

3. Masjid Al-Firdaus

Masjid Al-Firdaus merupakan masjid Muhammadiyah terbesar se-Kabupaten Kudus. masjid dominan warna merah marun itu dibangun sekitar tahun 1925. Masjid terakhir mulai direnovasi pada tahun 2012, hingga sekarang sudah hampir tujuh tahun mengalami perbaikan, biaya pembangunan diambil dari hasil swadaya masyarakat. Masjid berdiri di atas tanah luas sekitar 2 ribu meter persegi.  Sebelum direnovasi, masjid dulu berdiri seluas tanah 100 meter persegi. Masjid yang terletak di Jl. Raya Sudimoro, Desa Gribig, Kec. Gebog, ini memiliki dua buah menara yang menjulang tinggi. Menara tersebut mengapit kubah berwarna merah berkombinasi putih. Di bagian depan masjid, terdapat kubah-kubah kecil berwarna emas mengelilingi halaman masjid sebagai pagar. Dua buah menara di bagian depan mengadopsi desain dari Masjid Nabawi di Madinah. Di ruang utama masjid bagian dalam kubah bertuliskan lafal Ayat Kursi yang melingkar seirama bentuk kubah. Depan masjid dan bagian imam, tertuliskan lafal Allah dan Muhammad.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 2"]

4. Masjid Kyai Telingsing

      View this post on Instagram

A post shared by M.Sholachudin.AL_AYUBI (@al_ayubi.54) onJun 10, 2019 at 9:06am PDT

Menurut H.J. De Graff & Th. Pigeaud (1985:108-122) Sunan Kudus merupakan salah satu imam masjid Kerajaan Demak pada akhir masa Sultan Trenggana, dan pada awal masa Sultan Prawata. Kyai Telingsing sebagai Guru Sunan Kudus dalam hal ilmu kanuragan atau kasekten adalah mubalig yang berasal dari Yunnan, Tiongkok Selatan. Selain menjadi mubalig, beliau juga seorang pedagang, serta pelukis terkenal dengan motif lukisan Dinasti Sung dari Tiongkok. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, ia kemudian mendirikan Masjid Kyai Telingsing dan pesantren di Kampung Nganguk. Masjid yang diyakini sebagai tempat syiar agama untuk orang-orang yang nyantri pada Kiai Telingsing. Hanya saja, bangunan masjid itu tampak modern, jauh dari kesan kuno. Konon, dulu bangunnaya dari kayu jati berbentuk panggung. Di depan masjid, ada bangunan berbentuk Joglo Pencu, ciri arsitektural rumah di Kudus. Ada teras yang luas. Jejak lain sang kiai yang bisa dijumpai makam yang berjarak sekitar 50 meter dari masjid.

5. Masjid Darussalam

Masjid yang dibangun pada tahun 1938, berlokasi di Dukuh Jetak, Desa Kedungdowo, RT. 05 RW. 04, Kaliwungu. Masjid ini memiliki luas tanah 925 m2 , luas bangunan 2.700 m2 dengan status tanah Wakaf. Jumlah daya tampungnya 50 - 100 jamaah. Semenjak terakhir direnovasi, halaman masjid jadi terlihat lebih luas dan bangunan masjidnya juga jadi lebih bagus. (Sumber: Artikel sknews.com, betanews.id, kemdikbud.go.id, lokadata.id, dkm.or.id Foto instagram.com/al_ayubi.54) 

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Kudus - Part 2

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com - Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid At Taqwa Sunan Kedu

Pada tahun 1576 M Sunan Kedu sudah berada di Kudus dan sangat gigih menyebarkan syiar Islam dan pemerintahan mengingat pada saat itu Sunan Kedu dipercaya Kesultanan Demak menjadi Tumenggung/Wedono. Tahun 1599 M, Sunan Kedu mendirikan Masjid At–Taqwa bertepatan dengan hari Jumat Pahing dengan dibantu para santri dan juga Kanjeng Sunan Kudus selama 3 minggu. Dilengkapi batu alam yang dikenal ” Watu Kenong ” khusus bermunajat dan berdoa khusus Syeih Abdul Basir. Saat ini batu tersebut berada di belakang masjid. Sebagai tempat ibadah tempat itu juga dilengkapi sumber mata air kehidupan dan sebagai tempat berwudhlu yang dinamakan “Mbelik Sumber Joyo” atau menurut masyarakat sekitar disebut Mbelik Pundung. Keberadaan Sunan Kedu akhirnya beliau wafat pada tahun 1612 M dan dimakamkan di area masjid yang terletak di sebelah Barat. Lalu di sebelah Barat dari makam beliau adalah makan Siti Nadhiroh dan Dewi Maryam yang merupakan putri beliau.

2. Masjid Sunan Muria

      View this post on Instagram

A post shared by KUDUS JOURNEY🇮🇩 (@kudusjourney) onOct 31, 2019 at 10:43pm PDT

Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu sekira abad ke-15 hingga 16 M. Masjid menjadi simbol dakwah Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat Sunan Muria, yang tidak suka dengan popularitas, sehingga beliau memilih berdakwah di lereng Gunung Muria. Masjid yang menjadi salah satu situs penting sejarah Islam di Indonesia ini, berada di ketinggian 1.600 meter. Masjid ini telah dipugar beberapa kali, sehingga sudah tidak terlihat sebagai bangunan tua dan asli. Hanya beberapa bagian saja yang masih nampak asli sampai sekarang.

3. Masjid Wali Jepang (Al Makmur)

      View this post on Instagram

A post shared by edy kurniawan (@idiwaekey) onJul 8, 2016 at 5:15pm PDT

Dahulu Desa Jepang adalah sebuah rawa yang besar, di rawa itu Aryo Penangsang sering menambatkan perahunya, setelah menempuh perjalanan dari Kadipaten Jipang (sekarang wilayah Kabupaten Blora) untuk menuju Pondok Pesantren Sunan Kudus untuk menimba ilmu agama. Sunan Kudus yang mengetahui kebiasaan dari muridnya tersebut, membuat Sunan Kudus iba dan kemudian mendirikan sebuah Masjid di lokasi itu, sebagai tempat ibadah dan istirahat sang murid. Proses pembangunan Masjid yang dilakukan Sunan Kudus, akhirnya dilanjutkan oleh Aryo Penagsang sekitar abada ke-16 M. Selanjutnya, Masjid yang dikerjakan guru dan murid itu diberi nama Masjid Wali karena memiliki Soko Papat (terbuat dari kayu utuh) seperti masjid-masjid yang dibangun oleh para wali. Selain itu, masjid Wali Al Makmur ini memiliki gapura seperti Masjid Menara Kudus. Berdasarkan prasasti yang ada, pemberian imbuhan nama Al Makmur oleh seorang Ulama dari Desa Karangmalang, yang benama Sayyid Dloro Ali pada tahun 1917 M.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 1"]

4. Masjid Jami' Manarul Huda

Masjid Jami’ Manarul Huda adalah masjid tertua yang berdiri di Dukuh Baran-Kiringan Desa Samirejo Dawe. Sebuah warisan nenek moyang yang dibangun pada masa hidup Mbah Kyai Abdullah ‘Asyiq bin Abdussyakur atau lebih akrab masyarakat menyebutnya dengan julukan ‘Mbah Kyai Udan Panas’. Beliau diyakini sebagai orang pertama yang singgah di Desa Baran, pada waktu itu Beliua 'babat alas' tak kenal lelah walau saat teriknya panas matahari dan hujan sekalipun Beliau tetap tegar demi misinya menyebarkan agama islam diwilayah tersebut. Masjid Manarul Huda sendiri mempunyai icon menara yang khas tampak seperti bangunan kuno menyerupai menara pada Masjid Menara Kudus. Masjid ini berkali-kali mengalami pemugaran,dimana renovasi terahir dilakukan pada tahun 1993-1994 yang dicanangkan oleh KH. A. Musa Maulani MA dan diresmikan pada tahun 1995. Masjid ini mempunyai management yang cukup solid dan mengalami kemajuan pesat di era moderen ini.

5. Masjid Baitul Azis Hadiwarno

Desa Hadiwarno memiliki cagar budaya berupa masjid peninggalan Walisongo yaitu Masjid Baitul Aziz. Kebaradaan Masjid ini menjadi bukti akan perjalan dakwah Walisongo dalam mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Masjid tersebut dibangun pada abad ke-16 M zaman wali, terbuat dari batu bata merah kuno dengan luas bangunannya yaitu 150m persegi. Masjid ini termasuk peninggalan masa sunan Kudus ketika beliau sedang berada di Kudus. Pada masjid ini terdapat Gapuro Padurekso dengan panjang 3 m, lebar 176 cm, dan tinggi 270 cm. Ditengah gapuro terdapat pintu jati dan bagian atas pintu terukir Tri Sula Naga, Tri Sula Naga merupakan bahasa Sansekerta, dimana Tri berarti tiga, Sula berarti enam dan Naga berarti delapan atau secara keseluruhan diartikan sebagai tahun 836 Hijriah dalam kalender Islam. Gaya bangunan Padurekso merupakan campuran dari dua kebudayaan yaitu antara Hindu dan Islam. Arsitekturnya seperti Masjid Agung Demak, dimana tiap penyangga terdiri dari 4 soko dilandasi dengan umpak batu. (Sumber: Artikel isknews.com, alif.id, irmamadagroup.wordpress.com, hadiwarnokudus.blogspot.com Foto betanews.id)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Kudus - Part 1

Kudus, Jawa Tengah

TripTrus.Com - Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.

Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Langgar Dalem

Masjid Langgar Dalem terletak di Desa Langgar Dalem, Kec. Kota Kudus. Masjid ini merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah pada masa awal perkembangan islam, khususnya di wilayah Kudus. Berdasarkan sengkalan memet yang dibaca trisula pinulet naga di perkirakan Masjid Langgar Dalem didirikan pada tahun 885 H atau 1480 M.  Berdirinya Masjid Langgar Dalem ini dihubungkan dengan Sunan Kudus yang merupakan salah satu tokoh penyebar agama islam dan merupakan salah satu dari Walisango. Hal itu dibuktikan juga dengan  cerita rakyat yang dipercaya oleh masyarakat Kudus, yang menceritakan bahwa Masjid Langgar Dalem dibuat oleh para seniman dari Madura. Para seniman tersebut merupakan tawanan perang yang kemudian dibawah oleh Sunan Kudus untuk membangun kota Kudus. Dan jika dilihat secara sepitas, Ciri dari keunikan Masjid Langgar Dalem terletak pada bentuk atapnya yang berupa atap tumpang susun tiga yang dilengkapi dengan hiasan mustoko dipuncaknya.

2. Masjid Jami' Nganguk Wali Kramat

      View this post on Instagram

A post shared by Azkayra (@afnahaqy987) onJan 11, 2020 at 12:41am PST

Masjid berukuran 25×20 meter ini ada kaitannya dengan Kyai Telingsing. Sang kyai adalah seorang keturunan Tionghoa yang bernama asli The Ling Sing (Tan Ling Sing/Tee Ling Sing). Disebut sebagai Masjid Nganguk Wali, karena konon masjid ini didirikan oleh para wali yang pengawasannya kemudian diserahkan kepada Kyai Telingsing. Pada blandar masjid terdapat tulisan yang berasal dari ajaran Kyai Telingsing, yaitu sholat sacolo saloho donga sampurna atau shalat adalah sebagai do’a yang sempurna, serta ada pula tulisan berbunyi lenggahing panggenan tersetihing ngaji yang bermakna menempatkan diri pada yang benar, suci dan terpuji. Salah satu yang membuat Masjid Nganguk Wali kini lebih menarik untuk dikunjungi adalah dinding tembok luar dan gapura paduraksa yang memisahkan pelataran luar dengan pelataran dalam yang lebih tinggi, dihubungkan sejumlah undakan. Pada lubang gapura terdapat struktur kayu yang diukir indah. Gapura ini belum lama dibuat, untuk mengembalikan bentuk bangunan aslinya.

3. Masjid Madureksan

Masjid yang terletak di Dukuh Madureksan, Kel. Kerjasan, Kec. Kudus ini, dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1520 M. Masjid Madureksan dibangun oleh Sunan Kudus sebelum dibangunnya Masjid Menara Kudus. Pada masa itu, Masjid ini digunakan sebagai tempat ibadah dan dakwah oleh Sunan Kudus dan para santrinya. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat musyawarah berbagai permasalahan agama dan menyusun siasat perang. Selain Sunan Kudus, ada seorang tokoh yang mewarnai keberadaan Masjid Madureksan ini, ia adalah Kyai Telingsing. Ulama asal Tiongkok ini juga memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam di Kota Kudus. Bergulirnya waktu, bangunan Masjid Madureksan mulai terpendam hingga kedalaman 70 sentimeter. Hal ini disebabkan bangunan jalan dan pemukiman sekitar yang lebih tinggi, menjadikan Masjid ini seperti terpendam. Sehingga pada tahun 1998, Masjid Madureksan dipugar total dan berdiri sebuah bangunan baru seperti yang masyarakat kenal saat ini.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 3"]

4. Masjid Menara Kudus (Al Aqsa)

      View this post on Instagram

A post shared by @mamotomo onApr 30, 2020 at 6:21pm PDT

Masjid ini tergolong unik karena desain bangunannya, yang merupakan penggabungan antara Budaya Hindu dan Budaya Islam. Hal itu menjadi bukti, bagaimana sebuah perpaduan antara Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Hindu telah menghasilkan sebuah bangunan yang tergolong unik dan bergaya arsitektur tinggi. Sebuah bangunan masjid, namun dengan menara dalam bentuk candi dan berbagai ornamen lain yang bergaya Hindu. Gaya arsitektur candi pada Menara Kudus menyerupai candi-candi di Jawa Timur, salah satunya seperti Candi Jago di Malang. Selain itu, bangunan masjid ini juga menyerupai Menara Kukul di Bali. Menurut sejarah, masjid Kudus dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 H atau 1549 M. Menurut cerita, Sunan Kudus membangun menara ini dengan cara menggosok-gosokkan batu bata yang satu dengan lain sehingga menjadi lengket. Selain itu, terdapat juga mustaka mirip atap tumpang pada masjid tradisional Jawa. Fungsi dari menara itu adalah untuk tempat mengumandangkan adzan.

5. Masjid Wali Loram Kulon (Jami At Taqwa)

Nama resmi masjid ini adalah Masjid Jami At-Taqwa, namun masyarakat setempat lebih suka menyebutnya Masjid Wali Loram Kulon. Masjid ini berada di Desa Loram Kulon, Kec. Jati, Kab. Kudus. Seperti laiknya bangun masjid pada zaman dahulu, masjid ini dibuat dengan kayu jati yang telah dilengkapi dengan menara, sumur tempat berwudhu dan bedug. Bangunan asli masjid ini dibangun pada 1596-1597 oleh seorang Tionghoa Muslim asal Campa bernama Tjie Wie Gwan atas perintah Sultan Hadlirin. Namun seiring bertambahnya usia, masjid ini dilakukan pemugaran pada awal 1990-an. Bagian yang sama sekali tidak diubah pada bagian gapura paduraksa yang berada di depan masjid. Ada aksara arab berbunyi “Allhumma baariklana bil khoir” dan di bawahnya ada terjemahannya yang berbunyi “Ya Allah, berkahilah kebaikan kepada kami” yang tertera di gapura itu. Seperti Masjid Menara Kudus, Masjid Wali Loram Kulon ini juga berarsitektur Jawa Hindu dan mengkombinasikannya dengan gaya Timur Tengah. (Sumber: Artikel kemdikbud.go.id, isknews.com, situsbudaya.id, islamic-center.or.id, indonesiakaya.com, inibaru.id Foto instagram.com/artetaarie)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Banten - Part 3

Banten

TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.

Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.

Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Agung Serang (Agung Ats Tsauroh)

      View this post on Instagram

A post shared by @e_c_h_o_eko onOct 13, 2018 at 8:27pm PDT

Masjid Agung Ats-Tsauroh Serang yang dahulu disebut Masjid Pegantungan, dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Agung Serang, mulai dibangun oleh Raden Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870–1888 M) mantan Bupati Pandeglang dan Bupati Serang. Mewakafkan tanah yang ditempati sekarang oleh Masjid seluas ± 2,6 Ha.

Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan pada masjid ini tahun 1974. Masjid pun direnovasi beberapa kali hingga bentuknya menjadi seperti saat ini. Cirinya sebagaimana tradisi bangunan di Pulau Jawa, yakni bentuk atap limas tumpang tiga dan bentuk ruang dengan konsep pendopo terbuka, khas rumah joglo. Konsep terbuka ini membuat masjid berkesan ramah dan bersahaja.

2. Masjid Al Khadra

      View this post on Instagram

A post shared by Budi Hartono (@bharton88) onApr 25, 2018 at 3:47am PDT

Masjid Al Khadra terletak di Jl. Kyai Abdulhaq Achmad, Kampung Gesing, Kel. Samangraya, Kota Cilegon. Masjid yang lebih dikenal dengan Masjid Gesing merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kota Cilegon. Dibangun masyarakat pada tahun 1932, sekaligus menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat Cilegon melawan kolonial Belanda saat itu.

Sejak awal pembangunannya hingga kini, masjid Al-Khadra (yang berarti “hijau atau subur”) ini tetap mempertahankan model dan bentuk bangunan utamanya tanpa ada banyak perubahan. Tebal tembok bangunan 30 cm disusun dari batu bata mentah, tanah dan kapur. Pintu dan jendela masjid terbuat dari kayu dengan model lama. Dinding masjid umumnya berwarna putih dan berwarna hijau dibagian kubahnya.

3. Masjid Baitul 'Arsy

Masjid Baitul ‘Arsy terletak di Kampung Pasir Angin, Kel. Pagerbatu, Kec. Majasari, Kab. Pandeglang, di kaki gunung Karang. Masjid ini dahulu juga digunakan sebagai tempat persembunyian warga dari serangan Belanda. Beberapa bagian dinding masih berlubang yang diperkirakan merupakan bekas peluru senjata Belanda.

Masjid Baitul ‘Arsy berupa rumah panggung, dengan ukuran sekitar 12 x 8 meter, dinding dan lantai dari kayu. Bangunannya menghadap ke Gunung Karang dan memiliki tiga pintu. Dua pintu samping (kiri-kanan) dan satu pintu masuk bagian depan. Di atap masjid terdapat kubah yang terbuat dari kayu, dan tiang-tiang masjid masih terlihat kokoh, termasuk umpak atau pondasi bawah masjid juga terbuat dari kayu. Sementara di samping kanan masjid terdapat sumber mata air yang mengalir tiada habisnya.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 2"]

4. Masjid Al Ikhlas

      View this post on Instagram

A post shared by Nurikhsan (@masaneapri) onFeb 26, 2020 at 7:53am PST

Masjid yang keberadaanya terletak di RT. 06 Rw. 02, Kel. Cilenggang, Serpong ini memang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas, letaknya yang berada persis di tengah perkampungan warga tak menghilangkan kesan sakral dan bersejarahnya masjid tersebut. Masjid Al-Ikhlas berdiri atas pakarsa Raden Muhammad Atief (Tubagus Atief) yang merupakan salah satu Panglima Perang Kesultanan Banten pada waktu itu.

Saat itu Tubagus Atief ditugaskan Ayahandanya Sultan Ageng Tirtayasa untuk membantu masyarakat Tangerang melawan penjajahan Belanda sekaligus menyiarkan agama Islam. Atas Jasanya  kepada masyarakat Cilenggang,Serpong saat itu masyarakat kemudian menikahkan Raden Muhammad Atief dengan Siti Almiyah wanita asli Desa Cilenggang  dengan mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas (dahulu disebut Surau atau Tajug).

5. Masjid Agung Al Jihad

Masjid Al-Jihad Ciputat, Masjid yang tepat berada di arah utara Pasar Ciputat, Tangerang Selatan ini merupakan salah satu masjid bersejarah yang masih berdiri kokoh di tengah pesatnya bangunan disekelilingnya. Masjid yang dibangun pada tahun 1940an ini, pada mulanya hanya musala kecil yang terbuat dari bilah bambu beratapkan ijuk.

Musala ini dibangun oleh seorang saudagar keturunan Arab, Tuan Salim yang telah lama menetap dan memperistri seorang putri kaya keturunan Tionghoa. Selain itu disebutkan pula, rumah ibadah ini merupakan yang pertama di ciputat yang diwakafkan tuan Salim bagi para penduduk muslim saat itu. Sisi sejarah Masjid inipun tak lepas dari peranan tokoh-tokoh besar ulama di Indonesia, salah satunya adalah  Buya Hamka. Sewaktu masih hidup ulama kharismatik yang pernah menjadi ketua MUI ini banyak memberikan kontribusi pada pengembangan Masjid Agung Al-Jihad. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id, tangerangnews.com Foto santidewi.com)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Banten - Part 2

Banten

TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.

Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.

Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Jami' Kalipasir

      View this post on Instagram

A post shared by Heru Santoso (@sirhumphreyappleby) onJan 5, 2019 at 7:22pm PST

Masjid Kali Pasir adalah masjid tertua di Kota Tangerang peninggalan Kerajaan Pajajaran. Masjid ini berada di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane, tepatnya di tengah pemukiman warga Tionghoa kelurahan Sukasari. Bangunannya pun bercorak China. Masjid tertua di Tangerang ini mencerminkan kerukunan umat beragama pada masanya. Hingga kini masjid yang sudah berusia ratusan tahun tersebut masih digunakan sebagai tempat beribadah. Namun, masjid ini tidak lagi digunakan untuk salat Jumat.

Masjid Kali Pasir dibangun bersebelahan dengan Klenteng Boen Tek Bio yang saat itu sudah berdiri tegak. Masjid yang berukuran sekitar 288 meter persegi ini didirikan pada tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Wijaya yang berasal dari Kahuripan Bogor. Selain menjadi tempat ibadah dan syiar agama, Masjid Kali Pasir memiliki nilai sejarah yang tinggi. Masjid ini menjadi tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa melawan penjajah.

2. Masjid Agung Ar Rahman

      View this post on Instagram

A post shared by Idha Daffariz (@ida_nurwahida03) onMay 30, 2018 at 2:32am PDT

Kabupaten Pandeglang sebagai kota santri memang sudah selayaknya memiliki masjid yang agung. Masjid Agung Ar-Rahman terletak di Jl. Masjid Agung No. 2 Kel Pandeglang, Kec. Pandeglang, Kab. Pandeglang. Tepatnya berada di sebelah barat Alun-alun Pandeglang Tentu saja menjadi tempat cukup strategis sebagai tempat ibadah. Masjid Agung Ar-Rahman berdiri sejak tahun 1870 atas Tanah wakaf dari Raden Adipati Arya Natadiningrat atau Raden Alya atau Dalem Ciekek.

Masjid Agung Ar-Rahman yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa, dengan luas tanah 2.280 m2 dan luas bangunan 2.182 m2. Masjid Agung Pandeglang yang bernama Ar-Rahman ini memang tidak seramai masjid Banten Lama dalam sehari-harinya.

3. Masjid Kuno Kaujon

      View this post on Instagram

A post shared by indrasusenoSE (@indrasusenose) onOct 23, 2019 at 11:11pm PDT

Masjid Kuno Kaujon terletak di Kaujon RT. 01 RW. 01 Kel. Serang, Kec. Serang, Kab. Serang. Menurut sesepuh yang ada di sekitar masjid ini, Masjid Kuno Kaujon jauh lebih tua dari usia jembatan Kaujon yang dibangun pada tahun 1875. Meski tidak seorang pun mengetahui kapan pendiriannya, masjid ini tergolong kuno karena masuk ke dalam daftar cagar budaya Provinsi Banten.

Masjid Kuno Kaujon berdiri di atas pondasi masif yang tingginya 60 cm. Adapun luasnya adalah 703 m². Ruang utama yang berbentuk empat persegi dengan ukuran  10 m x 10 m, ditopang oleh empat buah tiang kayu /soko guru di bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk labu. Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ruang yang menjorok ke dalam.

[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 1"]

4. Masjid Salafiah Caringin

      View this post on Instagram

A post shared by ketan bintul (@ketan_bintul) onMar 17, 2018 at 8:26pm PDT

Masjid Salafiah Caringin terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 31, Desa Caringin, Kec. Labuan, Kab. Pandeglang. Masjid Salafiah Caringin menjadi peninggalan muslim Banten pada masa pemerintahan kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Herman Hillem Daendels. Pada 1883 Desa Caringin ditinggalkan oleh penduduknya karena terjadi gempa bumi akibat Gunung Krakatau meletus. Keadaannya menjadi hancur dan gersang.

Setelah setahun ditinggalkan akhirnya mereka kembali ke Caringin pada 1884. Sekembalinya mereka ke Caringin, tak lama kemudian ada seorang ulama yang bernama Syekh Asnawi bersama dengan penduduk secara gotong royong membangun masjid pada tahun 1884. Masjid ini diberi nama Masjid Caringin sampai sekarang. Syekh Asnawi adalah putra KH. Mas Abdurrahman (penghulu Caringin) dan ibunya Ratu Syafiah (keturunan Sultan Banten) yang lahir pada 1852.

5. Masjid Agung Carita (Al Khusaeni)

      View this post on Instagram

A post shared by Labuan Banten (@infolabuan) onMay 6, 2019 at 6:45pm PDT

Di daerah wisata Pantai Carita lebih tepatnya di Kampung Pagedongan, Desa Sukajadi, Kec. Carita, Kab. Pandeglang, berdiri masjid tua peninggalan masa penjajahan. Masjid ini diberi nama Masjid Al-Khusaeni Carita. Menurut sejarah, pembangunan Masjid Al-Khusaeni Carita dipimpin oleh salah seorang murid Syekh Nawawi Al-Bantani, Al-Khusaeni. Ia mulai membangun masjid ini tahun 1889 selesai tahun 1895 masehi.

Masjid Al Khusaeni ini memiliki arah hadap ke timur dengan empat serambi di setiap sisi mata angin. Pada bagian serambi ini, berdirilah tiang-tiang penyangga atap yang bentuknya berupa kolom seperti pada bangunan kolonial. i sisi barat masjid terdapat makam KHM Husein atau pendiri masjid beserta dengan keturunannya (4 makam) yang sudah diberikan atap dan berlantai keramik. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id Foto medcom.id)

...more

5 Masjid Tertua Dan Bersejarah di Banten - Part 1

Banten

TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.

Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.

Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.

1. Masjid Agung Kasunyatan

      View this post on Instagram

A post shared by Dindin Hasanudin (@dindinhasanudin) onMay 17, 2018 at 8:24am PDT

Masjid Kasunyatan terletak di Jl. Raya Pelabuhan Karangantu, Kampung Kasunyatan, Kel. Kasunyatan, Kec. Kasemen, Kota Serang. Dari beberapa hasil penelitian, Masjid Kasunyatan diperkirakan berdiri antara tahun 1552 sampai 1570, yakni pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, dimana tokoh masyarakat (ulama) yang sangat berperan pada masa itu adalah Syekh Abdul Syukur. Kompleks Masjid Kasunyatan ini berada di atas tanah seluas kurang lebih 2544 m2.

Pemberian nama Kasunyatan tidak terlepas dari latar belakang sejarah kampung yang merupakan tempat tinggal para alim ulama. Keberadaan Desa dan Masjid Kasunyatan tidak lepas dengan sejarah Banten, terutama pada masa pemerintah Maulana Muhammad. Dikisahkan bahwa untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada sang guru yang bernama Kyai Dukuh, ia memberi gelar kepada sang guru, Pangeran Kasunyatan.

2. Masjid Cikoneng Anyer (Daarul Falah)

Masjid Cikoneng terletak di Jl. Raya Anyer, Kampung Cikoneng, Kec. Anyer, Kab. Serang. Masjid merupakan masjid kuno peninggalan jaman Belanda, didirikan sekitar abad ke-16 akhir atay awal abad ke-17. Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Darul Falah, tetapi masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai Masjid Cikoneng, sesuai dengan nama kampungnya.

Masjid ini dibangun oleh masyarakat Lampung yang ada di Anyer. Masyarakat sekitar masjid meyakini bahwa pendirian masjid berhubungan dengan utusan dari Kerajaan Tulang Bawang, Lampung yang menyebarkan Islam di Banten. Komunitas mayarakat Lampung sudah berkembang di Cikoneng sejak abad ke-16. Pada masa itu, Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570). Sultan Maulana Hasanuddin meminta bantuan Kerajaan Tulang Bawang untuk penyebaran Islam di Banten.

3. Masjid Agung Tanara

      View this post on Instagram

A post shared by Tiasti asti (@asti_doang) onJan 4, 2020 at 7:48pm PST

Masjid Agung Tanara adalah sebuah masjid yang terletak di Kampung Tanara, Kec. Tanara, Kab. Serang. Masjid ini merupakan peninggalan Raja Banten Pertama, yaitu Sultan Maulana Hasanuddin, yang memerintah kesultanan Banten tahun 1552 hingga 1570. Umumnya, orang hanya menganggap bahwa masjid tersebut adalah peninggalan Syekh Nawawi, karena lokasina bersampingan dengan rumah kelahirannya. Tokoh sufi itu hidup di Tanara saat wilayah Banten dijajah kolonial Belanda, yaitu antara tahun 1813 hingga 1897.

Di antara buktinya, arsitektur dan aksesoris yang terdapat di masjid ini mirip dengan Masjid Agung Banten. Kemungkinan, sang raja memerintahkan seorang arsitek dari China untuk membangun masjid ini. Bahkan, masjid ini tergolong lebih dulu dibangun daripada Masjid Agung Banten yang terletak di Banten Lama.

[Baca juga : "Mengenal Sejarah Masjid Al-Mustofa, Masjid Tertua Di Kota Bogor"]

4. Masjid Agung Banten

      View this post on Instagram

A post shared by Explore Serang (@explore_serang) onMay 6, 2020 at 1:40am PDT

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali pada 1556 oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.

Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda Tiongkok yang juga merupakan karya arsitek Tionghoa yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama. Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.

5. Masjid Kenari

      View this post on Instagram

A post shared by Explore Serang (@explore_serang) onSep 14, 2017 at 9:26pm PDT

Masjid Kenari berlokasi di Kampung Kenari, Kec. Kasemen, Kota Serang. Masjid Kampung Kenari pada masa lalu merupakan tempat tinggal para keluarga sultan. Sedangkan Masjid Kenari tersebut merupakan peninggalan Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari. Ia disebut-sebut sebagai penguasa pertama kesultanan Banten yang mendapat gelar ”Sultan” dari Mekkah

Masjid Kenari nampak seperti masjid tradisional jawa pada umumnya, dimana terdapat makam di area masjid. Makam di dalamnya membentuk sebuah kompleks. Hal yang menarik dari Masjid Kenari ini adalah gapura pintu masuk menuju makamnya yang terbuat dari bata yang ditumpuk sedemikian rupa. Struktur bata tersebut disusun dengan menggunakan perekat, sehingga gapura yang berbentuk bentar tersebut tampak sangat kuat. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id Foto cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

...more

Mengenal Sejarah Masjid Al-Mustofa, Masjid Tertua di Kota Bogor

Bogor Utara, Bogor

TripTrus.Com - Anda warga bogor sudah tahu apa masjid tertua yang ada di Kota Bogor? Jawabannya adalah Masjid Al Mustofa. Masjid tertua ini berada di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Masjid yang berwarna hijau ini berusia 711 tahun. Ini merupakan tempat bersejarah mengenai penyebaran Islam khususnya di Bogor.

Menurut Mukti Natsir, selaku Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al Mustofa, menjelaskan bahwa, masjid tersebut dulunya dibangun oleh dua orang penyebar Islam yang masih keturunan Wali Songo. Kedua orang itu bernama Tubagus H Mustofa Bakri yang berasal dari Banten dan Raden Dita Manggala yang berasal dari Cirebon.

Mukti mengatakan, saat itu Tubagus H Mustofa Bakri dan Raden Dita Manggala bertemu, selanjutnya mereka membuat kampung. Kampung tersebut dinamakan Kampung baru. Pada awalnya masjid Al Mustofa ini dibuat untuk tempat beribadah bagi warga Kampung Baru. Sang penjaga masjid ini juga masih keturunan dari Tubagus H Mustofa Bakri ini mengatakan masjid ini mempunyai beberapa keunikan dibanding masjid-masjid lainnya.

      View this post on Instagram

A post shared by News & Traveling (@bogor.24) onMay 2, 2019 at 11:30pm PDT

Seperti pada bagian badan masjid boleh dikatakan mulai dari bawah hingga ke atas bagian masjid itu temboknya masih terbuat dari batu kali.

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Kelurahan Bantarjati, aliran air yang dipakai jamaah masjid Al Mustofa untuk berwudu atau sebagainya berasal dari sumber mata air yang jaraknya tidak jauh dari letak masjid. Namun ada yang unik lagi yang ada di masjid ini, ketersediaan airnya yang tidak pernah kering meskipun musim kemarau.

Masjid yang didirikan pada 8 Februari 1307 Masehi atau 2 Ramadhan 728 Hijriyah ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai cagar budaya pada tahun 2011. Masjid yang berada di wilayah Kampung Bantarjati Kaum, Bogor Utara ini, mempunyai peninggalan benda bersejarah.

Mulai dari Alquran dan buku khotbah Shalat Jumat yang ditulis tangan oleh Tubagus Mustofa Bakri. Alquran ini ditulis pada lembaran kulit. Kedua benda bersejarah tersebut di perkirakan usianya sama dengan usia masjid Al Mustofa. Tak hanya itu, Mukti menyampaikan makam Raden Dita Manggala, jaraknya berada 200 meter dari letak masjid. Sedangkan makam Tubagus Mustofa, ada di Makkah karena beliau wafat ketika sedang berada di Tanah Suci.

[Baca juga : "Geopark Ciletuh, Kawasan Batuan Tertua Di Jawa"]

Masjid ini awalnya berukuran tidak sebesar saat ini. Sejak berdirinya, baru pada tahun 2000 dilakukan renovasi dengan penambahan luas area masjid. Selain itu renovasi juga dilakukan juga pada 2015 dan 2018, yakni adanya pembuatan serta perluasan kamar mandi dan tempat wudhu masjid yang ada di sisi belakang bangunan.

Masjid ini banyak dikunjungi oleh jamaah yang sengaja ingin tahu keberadaan masjid tertua di Kota Bogor. Peningkatan kunjungam jamaah terjadi dan cukup signifikan usai masjid Al Mustofa ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkot Bogor. Kunjungan dari berbagai kalangam tersebut hampir tiap hari ada. (Sumber: Artikel pojoksatu.id Foto heibogor.com)

...more

Geopark Ciletuh, Kawasan Batuan Tertua di Jawa

Kab. Sukabumi

TripTrus.Com - Secara geologi merupakan daerah yang khas dan langka, berasal dari dasar samudera yang terangkat. Ciletuh menjadi bukti awal munculnya Pulau Jawa, karena di sinilah terjadinya tumpukan lempeng samudera dan benua pada 60 juta tahun yang lalu.

Kawasan Ciletuh, Sukabumi berjarak sekitar 135 km Dari Kota Sukabumi. Kontur jalan yang naik turun, menikung, ditambah sempitnya jalan dan kerusakan di sejumlah titik, membuat waktu tempuh dari Kota Sukabumi ke Ciletuh baru dapat dicapai sekitar 6 hingga 7 jam. Namun, perjalanan panjang itu akan terbayarkan saat kita sudah tiba dan melihat keindahan alam di kawasan tersebut.

      View this post on Instagram

A post shared by Danang Dwi 🔝 (@dnng.dwi) onApr 6, 2020 at 11:47pm PDT

Secara geologi Ciletuh merupakan daerah yang khas dan langka. Di kawasan ini terdapat kelompok bebatuan berumur paling tua di Pulau Jawa. Keberadaan taman bumi (geopark) menjadikan daerah ini sangat unik dan langka secara geologi. Selain di kawasan Ciletuh, masih ada dua tempat serupa di Pulau Jawa. Yakni di Karangsambung, Kebumen yang telah diresmikan sebagai cagar alam geologi serta di Bayat, Klaten, Jawa Tengah.

Di kawasan Geopark Ciletuh, ada sekitar 13 air terjun yang bisa dinikmati wisatawan yang datang, diantaranya Curug Awang plus gua yang banyak burung waletnya, curug ini memiliki tinggi 40 meter dengan lebar sekitar 60 meter yang mirip dengan niagara. Selain itu, ada pula Curug Tengah yang memiliki ketinggian 5 meter dengan dua undak air terjun pendek, dan Curug Puncakmanik yang memiliki tinggi 100 meter.

Selain itu, Sobat Pesona juga dapat mengunjungi Puncak Darma. Dari atas puncak ini, atasnya kita bisa melihat garis keseluruhan Pantai Palangpang yang berbentuk tapal kuda. Sobat Pesona juga bisa menikmati Amfiteater alam raksasa Ciletuh dapat terlihat utuh dari Tebing Panenjoan. Dinding tebing setengah lingkaran yang menghadap Laut Selatan seakan melindungi persawahan, perbukitan, serta perkampungan warga di bawahnya. Titik pandang ini berada di pinggir jalan, Desa Taman Jaya, dengan ketinggian 300-an mdpl.  

Karena memiliki warisan geologi, dilihat dari kandungan fosil, batu-batuan di pinggir-pinggir pantai Ciletuh diduga berasal dari dasar samudera yang terangkat. Ciletuh menjadi bukti awal munculnya Pulau Jawa, karena disinilah terjadinya tumpukan lempeng samudera dan benua pada 60 juta tahun yang lalu. Tumpukan itu terus berproses sampai muncul ke permukaan dan menjadi Pulau Jawa. Hal inilah yang menjadikan UNESCO mengakui Ciletuh sebagai UNESCO Global Geopark.

[Baca juga : "Cagar Alam Rawa Danau, Hutan Rawa Air Tawar Terbesar Di Jawa"]

Tak hanya itu, kawasan Ciletuh juga memiliki keanekaragaman kondisi geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati atau mahluk hidup (biodiversity), dan keanekaragaman budaya sekitar (culture diversity). Terlebih lagi, kawasan Ciletuh juga memiliki keunikan fenomena alam yang dapat dijadikan destinasi wisata. Hal-hal tersebut pula lah yang menjadikan kawasan Ciletuh menjadi UNESCO Global Geopark.  

Geopark Ciletuh meliputi sejumlah desa, seperti Tamanjaya, Ciwaru, Mekarsari, Mandrajaya, dan Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. (Sumber: Artikel-Foto pesona.travel)

...more

Cagar Alam Rawa Danau, Hutan Rawa Air Tawar Terbesar di Jawa

Kab. Serang

TripTrus.Com - Kawasan Cagar Alam Rawa Danau atau disebut juga Rawa Dano ini digadang-gadang sebagai hutan air tawar terbesar di Pulau Jawa. Semula merupakan kepundan gunung berapi tak aktif yang kemudian berubah menjadi danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa.

Terletak di Kampung Panenjoan, Desa Luwuk, Serang. Rawa Danau yang berstatus cagar alam seluas 2.000 hektar ini mulai muncul ke permukaan sebagai salah satu destinasi wisata yang unik. Ia berada di wilayah yang termasuk 3 kecamatan, yaitu Padarincang, Pabuaran, atau Mancak. Untuk mencapai Rawa Danau, kita harus trekking sekitar 1 jam dengan rute yang kerap licin dan berlintah di musim hujan.

      View this post on Instagram

A post shared by Dean Puji Firmansyah (@deanpujifirmansyah) onSep 26, 2016 at 8:53am PDT

Karakter objek wisata ini adalah hutan yang dikelilingi oleh rawa-rawa dan danau. Mata akan dimanjakan oleh dominasi warna hijau yang teduh dari warna dedaunan. Konon, Cagar Alam Rawa Danau atau Rawa Dano semula merupakan kepundan gunung berapi tak aktif yang kemudian berubah menjadi danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa. Yang unik, rawa ini berair tawar. Karena itu, ia juga berperan sebagai sumber cadangan air untuk masyarakat sekitar.

Keindahan Rawa Danau begitu kentara ketika kita berada di kaki bukit pegunungan. Perpaduan antara kabut, semburat matahari, dan padang hijau seluas kita memandang, sangat indah. Tak hanya menikmati keindahan alam, kita juga melakukan aktivitas lain yang seru. Mulai dari mengenal flora dan fauna lebih dekat, menyusuri rawa dengan sampan, sampai menginap di villa yang terletak di ketinggian dengan pemandangan danau.

[Baca juga : "Menelusuri Lembah Hijau Rawa Dano"]

Kini, terdapat sekitar 250 jenis burung hidup di wilayah ini, serta tak lupa aneka reptil, seperti buaya dan ular. Berbagai jenis tanaman dan hewan yang dilindungi, seperti burung bangau tongtong, elang jawa, dan gelatik jawa, juga hidup di sini.

Untuk mencapai Rawa Dano, salah satu rutenya kita bisa berangkat menuju arah Cinangka, Anyer. Lalu, setelah bertemu Pasar Padarincang, kita menuju Desa Citasuk. Namun, karena statusnya sebagai cagar alam, untuk dapat memasuki kawasan Rawa Dano, kita harus mengantongi izin terlebih dulu dari Balai Besar KSDA Jawa Barat. (Sumber: Artikel-Foto pesona.travel)

...more

Menelusuri Lembah Hijau Rawa Dano

Kab. Serang

TripTrus.Com - Pernah menikmati pemandangan lembah hijau yang luas membentang? Jika belum, mengunjungi wisata alam Rawa Danau yang  terletak di Kampung Panenjoan, Desa Luwuk Kecamatan Gunung Sari kabupaten Serang adalah tempatnya. Dari namanya saja mungkin Anda dapat menebak bahwa objek wisata ini merupakan objek wisata alam berbentuk rawa.

Anda tepat, wisata alam Rawa Danau ini merupakan sebuah tempat wisata alam yang didominasi dengan rawa-rawa dengan sebuah danau. Wisata alam Rawa Danau awalnya merupakan kepundan gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi. Seiring berjalannya waktu, tempat ini berubah menjadi sebuah danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa di atas danau.

      View this post on Instagram

A post shared by Informasi Banten (@goodbanten) onJan 25, 2020 at 12:47pm PST

Pemandangan lembah Bukit Hijau Rawa Danau dapat dilihat dari Pos Terpadu yang berada di ketinggian 300 meter diatas permukaan laut. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya “Paninjauan”. Ditempat ini, anda bisa melihat pemandangan Kawasan Cagar Alam Rawa Danau dari ketinggian. Selain Rawa Danau, dari sini juga terlihat deretan pegunungan yang berada di Kabupaten Pandeglang. Kerap kali dijumpai sekumpulan Monyet Hutan yang berkumpul diatas pohon dan juga hewan lainnya seperti Burung Elang dan juga Musang.

Cagar Alam Rawa Danau mempunyai kawasan konservasi endemis seluas 2.500 hektar. Ini merupakan rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa. Mengapa disebut Rawa Danau? Rawa atau danau ini merupakan kepundan gunung berapi yang sudah mati kemudian berubah menjadi danau. Lalu Seiring jalannya waktu danau tersebut berubah menjadi rawa-rawa. Oleh karena itulah disebut Rawa Danau.

Pada tanggal 16 November 1921 Gubernur Jenderal Belanda menetapkan kawasan ini sebagai cagar alam sesuai dengan GB Nomor 60 Stbl. Hingga kini Rawa Danau masih dalam pengawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah Serang.

Objek wisata Cagar Alam Rawa Danau merupakan tempat yang sering dikunjungi masyarakat Serang, Cilegon dan sekitarnya karena selain untuk menikmati keindahan alam, kasawan ini juga memiliki udara yang segar dan cukup sejuk karena masih banyak ditumbuhi pepohonan rindang.

Kecamatan Mancak terkenal sebagai sentra Kelapa, Melinjo, dan Durian. Dari perkebunan rakyat menghasilkan antara lain Kelapa, Kopi, Cengkeh, Lada dan Jambu Mete. Selain itu daerah ini juga menghasilkan beraneka ragam buah-buahan antara lain Pisang, Mangga, Kecapi, Rambutan, Jambu Air, Jambu Batu, Salak, Nanas, Pepaya, Kacang Tanah, Ubi Jalar, Singkong dan lain-lain.

[Baca juga : "7 Spot Eksotis Di Wisata Pulau Sangiang, Wajib Eksplor!"]

Cagar Alam Rawa Danau memang memikat wisatawan. Selain pemandangannya yang alami serta udaranya yang segar, tidak jarang pengunjung sengaja datang untuk menikmati Durian khas Mancak yang diperoleh langsung dari kebunnya. Di sepanjang jalan di kawasan ini banyak dijumpai durian dengan harga yang murah. Tersedia banyak pilihan tempat karena durian yang dijual tersebut rata-rata berasal dari kebun di sekitar lokasi yang pohonnya dapat anda lihat. Tidak perlu khawatir jika tidak sedang musim durian. Karena durian asal Palembang, Lampung dan wilayah lainnya juga dijual disini. Selain durian, buah rambutan dan kecapi juga populer disini.

Untuk perjalanan pulang, Anda tinggal meneruskan perjalanan sambil mengikuti plang penunjuk jalan ke arah Cilegon untuk menuju ke pintu tol. Anda tidak akan tersesat karena jalan yang dilalui tidak terlalu banyak persimpangan. Disamping itu plang penunjuk jalan pun cukup jelas. Jadi, jangan ragu untuk mampir di Cagar Alam Rawa Danau. Selamat berlibur. (Sumber: Artikel dispar.bantenprov.go.id Foto pesona.travel)

...more
ButikTrip.com
remen-vintagephotography
×

...