TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.
Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.
Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.
1. Masjid Agung Serang (Agung Ats Tsauroh)
View this post on InstagramA post shared by @e_c_h_o_eko onOct 13, 2018 at 8:27pm PDT
Masjid Agung Ats-Tsauroh Serang yang dahulu disebut Masjid Pegantungan, dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Agung Serang, mulai dibangun oleh Raden Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870–1888 M) mantan Bupati Pandeglang dan Bupati Serang. Mewakafkan tanah yang ditempati sekarang oleh Masjid seluas ± 2,6 Ha.
Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan pada masjid ini tahun 1974. Masjid pun direnovasi beberapa kali hingga bentuknya menjadi seperti saat ini. Cirinya sebagaimana tradisi bangunan di Pulau Jawa, yakni bentuk atap limas tumpang tiga dan bentuk ruang dengan konsep pendopo terbuka, khas rumah joglo. Konsep terbuka ini membuat masjid berkesan ramah dan bersahaja.
2. Masjid Al Khadra
View this post on InstagramA post shared by Budi Hartono (@bharton88) onApr 25, 2018 at 3:47am PDT
Masjid Al Khadra terletak di Jl. Kyai Abdulhaq Achmad, Kampung Gesing, Kel. Samangraya, Kota Cilegon. Masjid yang lebih dikenal dengan Masjid Gesing merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kota Cilegon. Dibangun masyarakat pada tahun 1932, sekaligus menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat Cilegon melawan kolonial Belanda saat itu.
Sejak awal pembangunannya hingga kini, masjid Al-Khadra (yang berarti “hijau atau subur”) ini tetap mempertahankan model dan bentuk bangunan utamanya tanpa ada banyak perubahan. Tebal tembok bangunan 30 cm disusun dari batu bata mentah, tanah dan kapur. Pintu dan jendela masjid terbuat dari kayu dengan model lama. Dinding masjid umumnya berwarna putih dan berwarna hijau dibagian kubahnya.
3. Masjid Baitul 'Arsy
Masjid Baitul ‘Arsy terletak di Kampung Pasir Angin, Kel. Pagerbatu, Kec. Majasari, Kab. Pandeglang, di kaki gunung Karang. Masjid ini dahulu juga digunakan sebagai tempat persembunyian warga dari serangan Belanda. Beberapa bagian dinding masih berlubang yang diperkirakan merupakan bekas peluru senjata Belanda.
Masjid Baitul ‘Arsy berupa rumah panggung, dengan ukuran sekitar 12 x 8 meter, dinding dan lantai dari kayu. Bangunannya menghadap ke Gunung Karang dan memiliki tiga pintu. Dua pintu samping (kiri-kanan) dan satu pintu masuk bagian depan. Di atap masjid terdapat kubah yang terbuat dari kayu, dan tiang-tiang masjid masih terlihat kokoh, termasuk umpak atau pondasi bawah masjid juga terbuat dari kayu. Sementara di samping kanan masjid terdapat sumber mata air yang mengalir tiada habisnya.
[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 2"]
4. Masjid Al Ikhlas
View this post on InstagramA post shared by Nurikhsan (@masaneapri) onFeb 26, 2020 at 7:53am PST
Masjid yang keberadaanya terletak di RT. 06 Rw. 02, Kel. Cilenggang, Serpong ini memang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas, letaknya yang berada persis di tengah perkampungan warga tak menghilangkan kesan sakral dan bersejarahnya masjid tersebut. Masjid Al-Ikhlas berdiri atas pakarsa Raden Muhammad Atief (Tubagus Atief) yang merupakan salah satu Panglima Perang Kesultanan Banten pada waktu itu.
Saat itu Tubagus Atief ditugaskan Ayahandanya Sultan Ageng Tirtayasa untuk membantu masyarakat Tangerang melawan penjajahan Belanda sekaligus menyiarkan agama Islam. Atas Jasanya kepada masyarakat Cilenggang,Serpong saat itu masyarakat kemudian menikahkan Raden Muhammad Atief dengan Siti Almiyah wanita asli Desa Cilenggang dengan mas kawinnya Masjid Jami Al Ikhlas (dahulu disebut Surau atau Tajug).
5. Masjid Agung Al Jihad
Masjid Al-Jihad Ciputat, Masjid yang tepat berada di arah utara Pasar Ciputat, Tangerang Selatan ini merupakan salah satu masjid bersejarah yang masih berdiri kokoh di tengah pesatnya bangunan disekelilingnya. Masjid yang dibangun pada tahun 1940an ini, pada mulanya hanya musala kecil yang terbuat dari bilah bambu beratapkan ijuk.
Musala ini dibangun oleh seorang saudagar keturunan Arab, Tuan Salim yang telah lama menetap dan memperistri seorang putri kaya keturunan Tionghoa. Selain itu disebutkan pula, rumah ibadah ini merupakan yang pertama di ciputat yang diwakafkan tuan Salim bagi para penduduk muslim saat itu. Sisi sejarah Masjid inipun tak lepas dari peranan tokoh-tokoh besar ulama di Indonesia, salah satunya adalah Buya Hamka. Sewaktu masih hidup ulama kharismatik yang pernah menjadi ketua MUI ini banyak memberikan kontribusi pada pengembangan Masjid Agung Al-Jihad. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id, tangerangnews.com Foto santidewi.com)
TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.
Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.
Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.
1. Masjid Jami' Kalipasir
View this post on InstagramA post shared by Heru Santoso (@sirhumphreyappleby) onJan 5, 2019 at 7:22pm PST
Masjid Kali Pasir adalah masjid tertua di Kota Tangerang peninggalan Kerajaan Pajajaran. Masjid ini berada di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane, tepatnya di tengah pemukiman warga Tionghoa kelurahan Sukasari. Bangunannya pun bercorak China. Masjid tertua di Tangerang ini mencerminkan kerukunan umat beragama pada masanya. Hingga kini masjid yang sudah berusia ratusan tahun tersebut masih digunakan sebagai tempat beribadah. Namun, masjid ini tidak lagi digunakan untuk salat Jumat.
Masjid Kali Pasir dibangun bersebelahan dengan Klenteng Boen Tek Bio yang saat itu sudah berdiri tegak. Masjid yang berukuran sekitar 288 meter persegi ini didirikan pada tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Wijaya yang berasal dari Kahuripan Bogor. Selain menjadi tempat ibadah dan syiar agama, Masjid Kali Pasir memiliki nilai sejarah yang tinggi. Masjid ini menjadi tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa melawan penjajah.
2. Masjid Agung Ar Rahman
View this post on InstagramA post shared by Idha Daffariz (@ida_nurwahida03) onMay 30, 2018 at 2:32am PDT
Kabupaten Pandeglang sebagai kota santri memang sudah selayaknya memiliki masjid yang agung. Masjid Agung Ar-Rahman terletak di Jl. Masjid Agung No. 2 Kel Pandeglang, Kec. Pandeglang, Kab. Pandeglang. Tepatnya berada di sebelah barat Alun-alun Pandeglang Tentu saja menjadi tempat cukup strategis sebagai tempat ibadah. Masjid Agung Ar-Rahman berdiri sejak tahun 1870 atas Tanah wakaf dari Raden Adipati Arya Natadiningrat atau Raden Alya atau Dalem Ciekek.
Masjid Agung Ar-Rahman yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa, dengan luas tanah 2.280 m2 dan luas bangunan 2.182 m2. Masjid Agung Pandeglang yang bernama Ar-Rahman ini memang tidak seramai masjid Banten Lama dalam sehari-harinya.
3. Masjid Kuno Kaujon
View this post on InstagramA post shared by indrasusenoSE (@indrasusenose) onOct 23, 2019 at 11:11pm PDT
Masjid Kuno Kaujon terletak di Kaujon RT. 01 RW. 01 Kel. Serang, Kec. Serang, Kab. Serang. Menurut sesepuh yang ada di sekitar masjid ini, Masjid Kuno Kaujon jauh lebih tua dari usia jembatan Kaujon yang dibangun pada tahun 1875. Meski tidak seorang pun mengetahui kapan pendiriannya, masjid ini tergolong kuno karena masuk ke dalam daftar cagar budaya Provinsi Banten.
Masjid Kuno Kaujon berdiri di atas pondasi masif yang tingginya 60 cm. Adapun luasnya adalah 703 m². Ruang utama yang berbentuk empat persegi dengan ukuran 10 m x 10 m, ditopang oleh empat buah tiang kayu /soko guru di bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk labu. Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ruang yang menjorok ke dalam.
[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Banten - Part 1"]
4. Masjid Salafiah Caringin
View this post on InstagramA post shared by ketan bintul (@ketan_bintul) onMar 17, 2018 at 8:26pm PDT
Masjid Salafiah Caringin terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 31, Desa Caringin, Kec. Labuan, Kab. Pandeglang. Masjid Salafiah Caringin menjadi peninggalan muslim Banten pada masa pemerintahan kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Herman Hillem Daendels. Pada 1883 Desa Caringin ditinggalkan oleh penduduknya karena terjadi gempa bumi akibat Gunung Krakatau meletus. Keadaannya menjadi hancur dan gersang.
Setelah setahun ditinggalkan akhirnya mereka kembali ke Caringin pada 1884. Sekembalinya mereka ke Caringin, tak lama kemudian ada seorang ulama yang bernama Syekh Asnawi bersama dengan penduduk secara gotong royong membangun masjid pada tahun 1884. Masjid ini diberi nama Masjid Caringin sampai sekarang. Syekh Asnawi adalah putra KH. Mas Abdurrahman (penghulu Caringin) dan ibunya Ratu Syafiah (keturunan Sultan Banten) yang lahir pada 1852.
5. Masjid Agung Carita (Al Khusaeni)
View this post on InstagramA post shared by Labuan Banten (@infolabuan) onMay 6, 2019 at 6:45pm PDT
Di daerah wisata Pantai Carita lebih tepatnya di Kampung Pagedongan, Desa Sukajadi, Kec. Carita, Kab. Pandeglang, berdiri masjid tua peninggalan masa penjajahan. Masjid ini diberi nama Masjid Al-Khusaeni Carita. Menurut sejarah, pembangunan Masjid Al-Khusaeni Carita dipimpin oleh salah seorang murid Syekh Nawawi Al-Bantani, Al-Khusaeni. Ia mulai membangun masjid ini tahun 1889 selesai tahun 1895 masehi.
Masjid Al Khusaeni ini memiliki arah hadap ke timur dengan empat serambi di setiap sisi mata angin. Pada bagian serambi ini, berdirilah tiang-tiang penyangga atap yang bentuknya berupa kolom seperti pada bangunan kolonial. i sisi barat masjid terdapat makam KHM Husein atau pendiri masjid beserta dengan keturunannya (4 makam) yang sudah diberikan atap dan berlantai keramik. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id Foto medcom.id)
TripTrus.Com - Terdapat beberapa teori tentang kapan tepatnya Islam masuk ke Nusantara. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Gujarat bersama pedagang India muslim pada abad ke-13 M, ada yang mengatakan Islam datang oleh pedagang Arab dari Timur Tengah pada abad ke-7 M, serta yang terakhir mengatakan bahwa Islam datang dari pedagang asal Persia pada sekitar abad ke-13 M.
Wisata religi Banten banyak diminati oleh pengunjung baik lokal maupun luar daerah. Misalnya kawasan Banten Lama yang merupakan ibu kota Kesultanan Banten, di utara Banten ini peninggalan Islam sangat lekat.
Tidak hanya di Banten Lama, beberapa masjid yang dahulu menjadi pusat penyebaran Islam masih dapat dikunjungi bahkan masih dipergunakan untuk beribadah. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Banten yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.
1. Masjid Agung Kasunyatan
View this post on InstagramA post shared by Dindin Hasanudin (@dindinhasanudin) onMay 17, 2018 at 8:24am PDT
Masjid Kasunyatan terletak di Jl. Raya Pelabuhan Karangantu, Kampung Kasunyatan, Kel. Kasunyatan, Kec. Kasemen, Kota Serang. Dari beberapa hasil penelitian, Masjid Kasunyatan diperkirakan berdiri antara tahun 1552 sampai 1570, yakni pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, dimana tokoh masyarakat (ulama) yang sangat berperan pada masa itu adalah Syekh Abdul Syukur. Kompleks Masjid Kasunyatan ini berada di atas tanah seluas kurang lebih 2544 m2.
Pemberian nama Kasunyatan tidak terlepas dari latar belakang sejarah kampung yang merupakan tempat tinggal para alim ulama. Keberadaan Desa dan Masjid Kasunyatan tidak lepas dengan sejarah Banten, terutama pada masa pemerintah Maulana Muhammad. Dikisahkan bahwa untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada sang guru yang bernama Kyai Dukuh, ia memberi gelar kepada sang guru, Pangeran Kasunyatan.
2. Masjid Cikoneng Anyer (Daarul Falah)
Masjid Cikoneng terletak di Jl. Raya Anyer, Kampung Cikoneng, Kec. Anyer, Kab. Serang. Masjid merupakan masjid kuno peninggalan jaman Belanda, didirikan sekitar abad ke-16 akhir atay awal abad ke-17. Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Darul Falah, tetapi masyarakat setempat lebih mengenalnya sebagai Masjid Cikoneng, sesuai dengan nama kampungnya.
Masjid ini dibangun oleh masyarakat Lampung yang ada di Anyer. Masyarakat sekitar masjid meyakini bahwa pendirian masjid berhubungan dengan utusan dari Kerajaan Tulang Bawang, Lampung yang menyebarkan Islam di Banten. Komunitas mayarakat Lampung sudah berkembang di Cikoneng sejak abad ke-16. Pada masa itu, Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570). Sultan Maulana Hasanuddin meminta bantuan Kerajaan Tulang Bawang untuk penyebaran Islam di Banten.
3. Masjid Agung Tanara
View this post on InstagramA post shared by Tiasti asti (@asti_doang) onJan 4, 2020 at 7:48pm PST
Masjid Agung Tanara adalah sebuah masjid yang terletak di Kampung Tanara, Kec. Tanara, Kab. Serang. Masjid ini merupakan peninggalan Raja Banten Pertama, yaitu Sultan Maulana Hasanuddin, yang memerintah kesultanan Banten tahun 1552 hingga 1570. Umumnya, orang hanya menganggap bahwa masjid tersebut adalah peninggalan Syekh Nawawi, karena lokasina bersampingan dengan rumah kelahirannya. Tokoh sufi itu hidup di Tanara saat wilayah Banten dijajah kolonial Belanda, yaitu antara tahun 1813 hingga 1897.
Di antara buktinya, arsitektur dan aksesoris yang terdapat di masjid ini mirip dengan Masjid Agung Banten. Kemungkinan, sang raja memerintahkan seorang arsitek dari China untuk membangun masjid ini. Bahkan, masjid ini tergolong lebih dulu dibangun daripada Masjid Agung Banten yang terletak di Banten Lama.
[Baca juga : "Mengenal Sejarah Masjid Al-Mustofa, Masjid Tertua Di Kota Bogor"]
4. Masjid Agung Banten
View this post on InstagramA post shared by Explore Serang (@explore_serang) onMay 6, 2020 at 1:40am PDT
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, tepatnya di desa Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali pada 1556 oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda Tiongkok yang juga merupakan karya arsitek Tionghoa yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama. Menara yang menjadi ciri khas Masjid Banten terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.
5. Masjid Kenari
View this post on InstagramA post shared by Explore Serang (@explore_serang) onSep 14, 2017 at 9:26pm PDT
Masjid Kenari berlokasi di Kampung Kenari, Kec. Kasemen, Kota Serang. Masjid Kampung Kenari pada masa lalu merupakan tempat tinggal para keluarga sultan. Sedangkan Masjid Kenari tersebut merupakan peninggalan Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari. Ia disebut-sebut sebagai penguasa pertama kesultanan Banten yang mendapat gelar ”Sultan” dari Mekkah
Masjid Kenari nampak seperti masjid tradisional jawa pada umumnya, dimana terdapat makam di area masjid. Makam di dalamnya membentuk sebuah kompleks. Hal yang menarik dari Masjid Kenari ini adalah gapura pintu masuk menuju makamnya yang terbuat dari bata yang ditumpuk sedemikian rupa. Struktur bata tersebut disusun dengan menggunakan perekat, sehingga gapura yang berbentuk bentar tersebut tampak sangat kuat. (Sumber: Artikel gpswisataindonesia.info, wikipedia.org, situsbudaya.id Foto cagarbudaya.kemdikbud.go.id)
TripTrus.Com - Anda warga bogor sudah tahu apa masjid tertua yang ada di Kota Bogor? Jawabannya adalah Masjid Al Mustofa. Masjid tertua ini berada di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Masjid yang berwarna hijau ini berusia 711 tahun. Ini merupakan tempat bersejarah mengenai penyebaran Islam khususnya di Bogor.
Menurut Mukti Natsir, selaku Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al Mustofa, menjelaskan bahwa, masjid tersebut dulunya dibangun oleh dua orang penyebar Islam yang masih keturunan Wali Songo. Kedua orang itu bernama Tubagus H Mustofa Bakri yang berasal dari Banten dan Raden Dita Manggala yang berasal dari Cirebon.
Mukti mengatakan, saat itu Tubagus H Mustofa Bakri dan Raden Dita Manggala bertemu, selanjutnya mereka membuat kampung. Kampung tersebut dinamakan Kampung baru. Pada awalnya masjid Al Mustofa ini dibuat untuk tempat beribadah bagi warga Kampung Baru. Sang penjaga masjid ini juga masih keturunan dari Tubagus H Mustofa Bakri ini mengatakan masjid ini mempunyai beberapa keunikan dibanding masjid-masjid lainnya.
View this post on InstagramA post shared by News & Traveling (@bogor.24) onMay 2, 2019 at 11:30pm PDT
Seperti pada bagian badan masjid boleh dikatakan mulai dari bawah hingga ke atas bagian masjid itu temboknya masih terbuat dari batu kali.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Kelurahan Bantarjati, aliran air yang dipakai jamaah masjid Al Mustofa untuk berwudu atau sebagainya berasal dari sumber mata air yang jaraknya tidak jauh dari letak masjid. Namun ada yang unik lagi yang ada di masjid ini, ketersediaan airnya yang tidak pernah kering meskipun musim kemarau.
Masjid yang didirikan pada 8 Februari 1307 Masehi atau 2 Ramadhan 728 Hijriyah ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai cagar budaya pada tahun 2011. Masjid yang berada di wilayah Kampung Bantarjati Kaum, Bogor Utara ini, mempunyai peninggalan benda bersejarah.
Mulai dari Alquran dan buku khotbah Shalat Jumat yang ditulis tangan oleh Tubagus Mustofa Bakri. Alquran ini ditulis pada lembaran kulit. Kedua benda bersejarah tersebut di perkirakan usianya sama dengan usia masjid Al Mustofa. Tak hanya itu, Mukti menyampaikan makam Raden Dita Manggala, jaraknya berada 200 meter dari letak masjid. Sedangkan makam Tubagus Mustofa, ada di Makkah karena beliau wafat ketika sedang berada di Tanah Suci.
[Baca juga : "Geopark Ciletuh, Kawasan Batuan Tertua Di Jawa"]
Masjid ini awalnya berukuran tidak sebesar saat ini. Sejak berdirinya, baru pada tahun 2000 dilakukan renovasi dengan penambahan luas area masjid. Selain itu renovasi juga dilakukan juga pada 2015 dan 2018, yakni adanya pembuatan serta perluasan kamar mandi dan tempat wudhu masjid yang ada di sisi belakang bangunan.
Masjid ini banyak dikunjungi oleh jamaah yang sengaja ingin tahu keberadaan masjid tertua di Kota Bogor. Peningkatan kunjungam jamaah terjadi dan cukup signifikan usai masjid Al Mustofa ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkot Bogor. Kunjungan dari berbagai kalangam tersebut hampir tiap hari ada. (Sumber: Artikel pojoksatu.id Foto heibogor.com)
TripTrus.Com - Secara geologi merupakan daerah yang khas dan langka, berasal dari dasar samudera yang terangkat. Ciletuh menjadi bukti awal munculnya Pulau Jawa, karena di sinilah terjadinya tumpukan lempeng samudera dan benua pada 60 juta tahun yang lalu.
Kawasan Ciletuh, Sukabumi berjarak sekitar 135 km Dari Kota Sukabumi. Kontur jalan yang naik turun, menikung, ditambah sempitnya jalan dan kerusakan di sejumlah titik, membuat waktu tempuh dari Kota Sukabumi ke Ciletuh baru dapat dicapai sekitar 6 hingga 7 jam. Namun, perjalanan panjang itu akan terbayarkan saat kita sudah tiba dan melihat keindahan alam di kawasan tersebut.
View this post on InstagramA post shared by Danang Dwi 🔝 (@dnng.dwi) onApr 6, 2020 at 11:47pm PDT
Secara geologi Ciletuh merupakan daerah yang khas dan langka. Di kawasan ini terdapat kelompok bebatuan berumur paling tua di Pulau Jawa. Keberadaan taman bumi (geopark) menjadikan daerah ini sangat unik dan langka secara geologi. Selain di kawasan Ciletuh, masih ada dua tempat serupa di Pulau Jawa. Yakni di Karangsambung, Kebumen yang telah diresmikan sebagai cagar alam geologi serta di Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
Di kawasan Geopark Ciletuh, ada sekitar 13 air terjun yang bisa dinikmati wisatawan yang datang, diantaranya Curug Awang plus gua yang banyak burung waletnya, curug ini memiliki tinggi 40 meter dengan lebar sekitar 60 meter yang mirip dengan niagara. Selain itu, ada pula Curug Tengah yang memiliki ketinggian 5 meter dengan dua undak air terjun pendek, dan Curug Puncakmanik yang memiliki tinggi 100 meter.
Selain itu, Sobat Pesona juga dapat mengunjungi Puncak Darma. Dari atas puncak ini, atasnya kita bisa melihat garis keseluruhan Pantai Palangpang yang berbentuk tapal kuda. Sobat Pesona juga bisa menikmati Amfiteater alam raksasa Ciletuh dapat terlihat utuh dari Tebing Panenjoan. Dinding tebing setengah lingkaran yang menghadap Laut Selatan seakan melindungi persawahan, perbukitan, serta perkampungan warga di bawahnya. Titik pandang ini berada di pinggir jalan, Desa Taman Jaya, dengan ketinggian 300-an mdpl.
Karena memiliki warisan geologi, dilihat dari kandungan fosil, batu-batuan di pinggir-pinggir pantai Ciletuh diduga berasal dari dasar samudera yang terangkat. Ciletuh menjadi bukti awal munculnya Pulau Jawa, karena disinilah terjadinya tumpukan lempeng samudera dan benua pada 60 juta tahun yang lalu. Tumpukan itu terus berproses sampai muncul ke permukaan dan menjadi Pulau Jawa. Hal inilah yang menjadikan UNESCO mengakui Ciletuh sebagai UNESCO Global Geopark.
[Baca juga : "Cagar Alam Rawa Danau, Hutan Rawa Air Tawar Terbesar Di Jawa"]
Tak hanya itu, kawasan Ciletuh juga memiliki keanekaragaman kondisi geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati atau mahluk hidup (biodiversity), dan keanekaragaman budaya sekitar (culture diversity). Terlebih lagi, kawasan Ciletuh juga memiliki keunikan fenomena alam yang dapat dijadikan destinasi wisata. Hal-hal tersebut pula lah yang menjadikan kawasan Ciletuh menjadi UNESCO Global Geopark.
Geopark Ciletuh meliputi sejumlah desa, seperti Tamanjaya, Ciwaru, Mekarsari, Mandrajaya, dan Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. (Sumber: Artikel-Foto pesona.travel)
TripTrus.Com - Kawasan Cagar Alam Rawa Danau atau disebut juga Rawa Dano ini digadang-gadang sebagai hutan air tawar terbesar di Pulau Jawa. Semula merupakan kepundan gunung berapi tak aktif yang kemudian berubah menjadi danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa.
Terletak di Kampung Panenjoan, Desa Luwuk, Serang. Rawa Danau yang berstatus cagar alam seluas 2.000 hektar ini mulai muncul ke permukaan sebagai salah satu destinasi wisata yang unik. Ia berada di wilayah yang termasuk 3 kecamatan, yaitu Padarincang, Pabuaran, atau Mancak. Untuk mencapai Rawa Danau, kita harus trekking sekitar 1 jam dengan rute yang kerap licin dan berlintah di musim hujan.
View this post on InstagramA post shared by Dean Puji Firmansyah (@deanpujifirmansyah) onSep 26, 2016 at 8:53am PDT
Karakter objek wisata ini adalah hutan yang dikelilingi oleh rawa-rawa dan danau. Mata akan dimanjakan oleh dominasi warna hijau yang teduh dari warna dedaunan. Konon, Cagar Alam Rawa Danau atau Rawa Dano semula merupakan kepundan gunung berapi tak aktif yang kemudian berubah menjadi danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa. Yang unik, rawa ini berair tawar. Karena itu, ia juga berperan sebagai sumber cadangan air untuk masyarakat sekitar.
Keindahan Rawa Danau begitu kentara ketika kita berada di kaki bukit pegunungan. Perpaduan antara kabut, semburat matahari, dan padang hijau seluas kita memandang, sangat indah. Tak hanya menikmati keindahan alam, kita juga melakukan aktivitas lain yang seru. Mulai dari mengenal flora dan fauna lebih dekat, menyusuri rawa dengan sampan, sampai menginap di villa yang terletak di ketinggian dengan pemandangan danau.
[Baca juga : "Menelusuri Lembah Hijau Rawa Dano"]
Kini, terdapat sekitar 250 jenis burung hidup di wilayah ini, serta tak lupa aneka reptil, seperti buaya dan ular. Berbagai jenis tanaman dan hewan yang dilindungi, seperti burung bangau tongtong, elang jawa, dan gelatik jawa, juga hidup di sini.
Untuk mencapai Rawa Dano, salah satu rutenya kita bisa berangkat menuju arah Cinangka, Anyer. Lalu, setelah bertemu Pasar Padarincang, kita menuju Desa Citasuk. Namun, karena statusnya sebagai cagar alam, untuk dapat memasuki kawasan Rawa Dano, kita harus mengantongi izin terlebih dulu dari Balai Besar KSDA Jawa Barat. (Sumber: Artikel-Foto pesona.travel)
TripTrus.Com - Pernah menikmati pemandangan lembah hijau yang luas membentang? Jika belum, mengunjungi wisata alam Rawa Danau yang terletak di Kampung Panenjoan, Desa Luwuk Kecamatan Gunung Sari kabupaten Serang adalah tempatnya. Dari namanya saja mungkin Anda dapat menebak bahwa objek wisata ini merupakan objek wisata alam berbentuk rawa.
Anda tepat, wisata alam Rawa Danau ini merupakan sebuah tempat wisata alam yang didominasi dengan rawa-rawa dengan sebuah danau. Wisata alam Rawa Danau awalnya merupakan kepundan gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi. Seiring berjalannya waktu, tempat ini berubah menjadi sebuah danau dan akhirnya menjadi rawa-rawa di atas danau.
View this post on InstagramA post shared by Informasi Banten (@goodbanten) onJan 25, 2020 at 12:47pm PST
Pemandangan lembah Bukit Hijau Rawa Danau dapat dilihat dari Pos Terpadu yang berada di ketinggian 300 meter diatas permukaan laut. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya “Paninjauan”. Ditempat ini, anda bisa melihat pemandangan Kawasan Cagar Alam Rawa Danau dari ketinggian. Selain Rawa Danau, dari sini juga terlihat deretan pegunungan yang berada di Kabupaten Pandeglang. Kerap kali dijumpai sekumpulan Monyet Hutan yang berkumpul diatas pohon dan juga hewan lainnya seperti Burung Elang dan juga Musang.
Cagar Alam Rawa Danau mempunyai kawasan konservasi endemis seluas 2.500 hektar. Ini merupakan rawa pegunungan satu-satunya yang masih tersisa di Pulau Jawa. Mengapa disebut Rawa Danau? Rawa atau danau ini merupakan kepundan gunung berapi yang sudah mati kemudian berubah menjadi danau. Lalu Seiring jalannya waktu danau tersebut berubah menjadi rawa-rawa. Oleh karena itulah disebut Rawa Danau.
Pada tanggal 16 November 1921 Gubernur Jenderal Belanda menetapkan kawasan ini sebagai cagar alam sesuai dengan GB Nomor 60 Stbl. Hingga kini Rawa Danau masih dalam pengawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah Serang.
Objek wisata Cagar Alam Rawa Danau merupakan tempat yang sering dikunjungi masyarakat Serang, Cilegon dan sekitarnya karena selain untuk menikmati keindahan alam, kasawan ini juga memiliki udara yang segar dan cukup sejuk karena masih banyak ditumbuhi pepohonan rindang.
Kecamatan Mancak terkenal sebagai sentra Kelapa, Melinjo, dan Durian. Dari perkebunan rakyat menghasilkan antara lain Kelapa, Kopi, Cengkeh, Lada dan Jambu Mete. Selain itu daerah ini juga menghasilkan beraneka ragam buah-buahan antara lain Pisang, Mangga, Kecapi, Rambutan, Jambu Air, Jambu Batu, Salak, Nanas, Pepaya, Kacang Tanah, Ubi Jalar, Singkong dan lain-lain.
[Baca juga : "7 Spot Eksotis Di Wisata Pulau Sangiang, Wajib Eksplor!"]
Cagar Alam Rawa Danau memang memikat wisatawan. Selain pemandangannya yang alami serta udaranya yang segar, tidak jarang pengunjung sengaja datang untuk menikmati Durian khas Mancak yang diperoleh langsung dari kebunnya. Di sepanjang jalan di kawasan ini banyak dijumpai durian dengan harga yang murah. Tersedia banyak pilihan tempat karena durian yang dijual tersebut rata-rata berasal dari kebun di sekitar lokasi yang pohonnya dapat anda lihat. Tidak perlu khawatir jika tidak sedang musim durian. Karena durian asal Palembang, Lampung dan wilayah lainnya juga dijual disini. Selain durian, buah rambutan dan kecapi juga populer disini.
Untuk perjalanan pulang, Anda tinggal meneruskan perjalanan sambil mengikuti plang penunjuk jalan ke arah Cilegon untuk menuju ke pintu tol. Anda tidak akan tersesat karena jalan yang dilalui tidak terlalu banyak persimpangan. Disamping itu plang penunjuk jalan pun cukup jelas. Jadi, jangan ragu untuk mampir di Cagar Alam Rawa Danau. Selamat berlibur. (Sumber: Artikel dispar.bantenprov.go.id Foto pesona.travel)
TripTrus.Com - Wisata Pulau Sangiang adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Selat Sunda, yakni antara Jawa dan Sumatra, tepatnya di Kabupaten Serang. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Serang, Banten.
Dulu pulau ini di jadikan cagar alam. Namun seiring berjalannya waktu, pulau ini dijadikan taman wisata alam laut. Belum banyak yang tahu tentang pulau kebanggaan Kabupaten Serang tersebut. Terbukti dari sedikitnya wisatawan yang mengunjungi sehingga keindahan pulaunya masih terjaga sampai saat ini.
Berikut adalah daftar beberapa spot menarik yang sayang untuk kamu lewatkan jika kebetulan berkunjung ke Pulau Sangiang seperti dikutip dari IDN Times.
View this post on InstagramA post shared by Jakarta Jalan Jalan (@jktjalanjalan) onMar 30, 2020 at 7:01pm PDT
1. Pemandangan nuansa hijau sebelum sampai di dermaga
Spot indah yang pertama kali menyambut kedatangan wisatawan adalah nuansa hijau dari hutan bakau dan anak sungai menuju ke dermaga Pulau Sangiang, seperti sungai Amazon nuansa yang tergambar pada spot ini
2. Goa Kelelawar
Bukan hanya Bali, di Pulau Sangiang kalian dapat menjumpai goa kelelawar dan menyaksikan ratusan kelelawar bermain – main dengan deburan ombak yang memasuki goa tersebut. Pada bagian ujung gua terlihat lubang sebagai tempat masuknya air. Wajar saja jika permukaan gua terendam oleh air laut. Ada satu yang unik dari terendamnya permukaan gua ini yakni ikan hiu datang untuk menunggu kelelawar yang jatuh untuk menjadi santapan.
Namun untuk melihat peristiwa yang langka tersebut pengunjung harus menunggu momen yang pas. Biasanya pagi sampai siang hari di bulan Mei hingga Agustus menjadi waktu yang pas untuk melihat hiu melahap kelelawar yang jatuh dari langit-langit di Gua Kelelawar, Pulau Sangiang
3. Puncak Begal
Pengalaman paling menarik dari Puncak Begal adalah wisatawan disuguhkan keindahan sunset di sore hari. Dan di Puncak Begal ini kalian dapat melihat pemandangan laut lepas serta sensasi ombak yang bertabrakan dengan tebing – tebing di sekitar serta memiliki pemandangan yang indah untuk jadi spot foto.
[Baca juga : "2021, Pemkab Bogor Targetkan Geopark Pongkor Mendunia"]
4. Bukit Harapan
Di spot ini kalian dapat beristirahat sejenak setelah melakukan perjalan dari spot sebelumnya. Bukit Harapan menyuguhkan pemandangan indah dan asri serta anginnya yang sepoi-sepoi dijamin bikin kalian betah berlama-lama di spot ini
5. Pantai Sangiang
Di Pantai Sangiang sendiri kalian dapat menikmati pemandangan yang indah dari pasir putih dan biru laut serta hijau tebing. Tidak seperti pantai kebanyakan, Pantai Sangiang ini tidak begitu di penuhi wisatawan sehingga kalian bebas berfoto di spot ini tanpa terganggu keramaian orang berlalu-lalang. For your information, kalian bisa menginap di sekitar pantai dengan menggunakan tenda bersama teman – teman kalian
Selain itu saat berwisata ke Pulau Sangiang, jangan lewatkan pemandangan bawah lautnya yang indah dengan cara melakukan snorkeling. Jika kamu tidak membawa alat snorkeling, jangan khawatir sebab banyak persewaan alat snorkeling di Pulau Sangiang. (Sumber: Artikel bantennews.co.id Foto jktjalanjalan)
TripTrus.Com - Pemerintah Kabupaten Bogor berupaya menaikkan kelas Geopark Nasional Pongkor (GNP) menjadi geopark berskala dunia yang ditetapkan oleh Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya PBB (UNESCO). Pemkab Bogor mentargetkan GNP menjadi UNESCO Global Geopark (UGG) tahun 2021.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Burhanudin menjelaskan, masuknya Pongkor sebagai UGG dipastikan akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat. "Bukan hanya untuk keperluan konservasi. Geopark Nasional Pongkor juga untuk edukasi, wisata dan pemberdayaan ekonomi secara berkelanjutan,” kata Burhan.
View this post on InstagramA post shared by PANCAKARSA (@pancakarsakabbogor) onJan 11, 2020 at 5:28pm PST
Burhan menuturkan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor telah melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Dengan demikian, penyusunan perencanaan dapat mendukung terwujudnya Pongkor menjadi UGC.
“Tentunya agar pengembangan Geopark Nasional Pongkor dapat menjadi prioritas pembangunan pasca ditetapkan sebagai salah satu Geopark Nasional. Itu perlu kerja sama dan kerja keras dari semua pihak untuk mewujudkan Geopark Nasional Pongkor menjadi UNESCO Global Geopark,” ujarnya.
Kepala Bappeda Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah menjelaskan, musrenbang juga untuk merumuskan upaya pemulihan kawasan GNP pascabencana alam yang melanda Kabupaten Bogor. Untuk itu, Syarifah menyatakan, kecamatan yang termasuk dalam kawasan GNP akan mendapatkan pagu indikatif khusus untuk pengembangan tersebut.
[Baca juga : "Geopark Pongkor Bakal Jadi Primadona Wisata Di Tanah Legenda"]
Diketahui, terdapat 15 kecamatan kecamatan yang termasuk dalam kawasan GNP. Yakni, Kecamatan Nanggung, Cigudeg, Tenjo, Tenjolaya, Leuiwiliang, Ciampea, Ciseeng, Jasinga, Pamijahan, Rumpin, Sukajaya, Tamansari, dan Cibungbulang.
"Setiap kecamatan di wilayah Geopark Nasional Pongkor mendapatkan alokasi pagu indikatif tahun 2021 untuk pengembangan Geopark sebesar Rp 1 miliar bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Bogor,” kata Syarifah. (Sumber: Artikel republika.co.id Foto trubus.id)
TripTrus.Com - Twin Geopark Pongkor dan Ciletuh merupakan satu dari delapan isu strategis, yang dibahas dalam Borderline Economic Summit (BES) di Hotel Royal Tulip, Gunung Geulis, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu. Berada di wilayah barat Kabupaten Bogor dengan luas 130.157,47 Ha, Geopark Pongkor berlokasi di 15 kecamatan berbeda. Geopark yang secara resmi diakui sebagai salah satu geopark yang diakui secara Nasional dan International ini setidaknya memiliki 98 objek wisata.
“Geopark Pongkor ini juga terbagi dalam dalam 11 area. Seperti geosite pongkor, panenjoan, manapa, tenjoleat, sundamanik, pabangbon, cianten, pamijahan, cibalay, tenjolaya dan area gunung panjang,” kata Bupati Bogor Ade Yasin.
Tak hanya terkenal dengan wisata edukasi pertambangan, geopark yang berhasil menyabet sertifikat Geopark Nasional dari Menteri Pariwisata Arief Yahya pada November 2018 silam ini, juga memiliki sejumlah keindahan alam lainnya, seperti curug atau air terjun. Curug Cibalay, Curug Lontar, Curug Piit di Desa Malasari, Curug Macan, Curug Cikaung, dan Curug Sawer. Merupakan sederet air tejun yang ada di Geopark Pongkor. Geopark ini juga memiliki potensi wisata geoheritage (warisan geologi yang terbentuk secara alami,red).
Selain curug, ada pula Tasaring Malasari, di bagian depan ada Undergrund Park, kemudian Kawaci (Kawasan Wist Cikaret), Kebun Teh Nirmala, Museum Tambang, Stone Park, dan Prasasti Pasir Jambu Batutulis, yang saat ini masih dikembangkan secara serius. Dengan segala kekayaan dan keindahan yang ada di Geopark Pongkor, rencananya geopark tersebut bakal digabungkan dengan Geopark Ciletuh, yang berada di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi. Bahkan, wacana ini juga masuk dalam salah satu dari delapan isu yang dibahas pada DES.
Geopark Ciletuh memiliki luas wilayah 126.100 Ha, yang mencakup delapan kecamatan berbeda dengan 50 objek wisata, yang terbagi dalam tiga area. Diantaranya, geoarea ciletuh, geoarea simpenan dan geoarea cisolok.
View this post on InstagramA post shared by Indra Sutanto (@indrasutantoo) onFeb 1, 2020 at 7:55pm PST
Geopark Ciletuh dikenal dengan kelompok batuan tua di pulau jawa lengkap degan keindahan air terjunnya. Keunikan dan keindahan yang luar biasa yang belum banyak diketahui orang, pada kedua gopark tersebut, menjadi alasan fokusnya BES untuk membenahi kedua potensi wisata ini. “Geopark Pongkor dengan edukasi pertambangan alamdan keindahan ratusan curug di antara hutan tropisserta, Geopark Ciletuh dengan keunikan kelompokbatuan tua serta garis pantai yang memukau, bakal menjadi daya tarik untuk masyarakat untuk datang kedua geopark ini,” ujarnya.
Orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman ini menilai, secara umum keduanya memiliki karakteristik alam yang saling melengkapi. Malah jarak kedua geopark yang tidak terlalu jauh, menjadi dasar untuk mendorong kedua destinasi ini menjadi satu, dengan nama TwinGeopark. Salah satu upaya yang dilakukan, dengan mengembangkan akses transportasi udara dan jalan penghubung menuju kedua geopark. Sehingga memudahkan wisatawan untuk dapat melihat keindahan alam di kedua geopark tersebut dengan lebih mudah.
Untuk akses jalan penghubung, sambung Ade, pihaknya berencana akan membangun jalan sepanjang 70 kilometer. Mulai dari gerbang Geopark Pongkor di Leuwiliang, hingga Pelabuhan Ratu Sukabumi. Pihaknya juga akan mengembangkan jalan eksisting yang melintas kawasanTaman Nasional Gunung Halimun Salak, hingga kawasan Cikidang yang merupakan kawasan perkebunan. Sementara untuk jalur udara, Atang Sanjaya rencananya bakal dirubah menjadi bandara komersial.
“Pengembangan ini juga didukung dengan upaya pengembangan landasan udara Atang Sanjaya menjadi bandara komersial. Pengembangan bandara komersial ini, akan membuka gerbang bagi wisatawan mancanegara. Upaya ini tentu membutuhkan kerjasama lintas sektoral terutama terkait pembiayaandan pembangunan infrastruktur yang ada,” bebernya.
[Baca juga : "Catat Tanggal Libur Nasional 2020 Dan Tentukan Liburanmu!"]
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengaku sangat menyambut baik akan wacana ini. Pasalnya, Jawa Barat sendiri memili potensi alam yang sangat luar biasa, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. UU menilai, konsep tersebut merupakan cerminan dari kolaborasi, komunikasi dan inovasi dari dua daerah berbeda, yang memiliki komitmen dan cita-cita yang sama. TwinGeopark sendiri, merupakan salah konsep pengembangan pariwisata yang ada di Jawa Barat.
“Tentu saya sangat mendukung konsep dan gagasan ini. Apalagi tujuan dari konsep ini sangat jelas, ingin meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Jawa Barat, tentu kami akan dukung ini. Tapi tetap semuanya jangan sampai ada yang melanggar rule. Itu saja,” singkat Uu. (Sumber: Artikel-Foto metropolitan.id)